Saturday, February 24, 2007

Bab 11. 14 Tahun Program NRM / USAID di Bunaken

“Bantuan dari USAID.” Itulah tulisan yang dapat dibaca pada mobil kijang DP TN Bunaken. Ukuran tulisan itu cukup besar dan sangat menyolok, dengan lebar sekitar 10 centimeter dan panjang 80 centimeter. Mobil yang sering diparkir di kantor sekretariat DP TN Bunaken ini hanyalah satu dari sekian banyak bantuan USAID untuk pengelolaan TN Bunaken. Sudah menjadi pembicaraan umum, setiap bantuan barang dan peralatan dari USAID1 itu memiliki ciri khas: cap USAID.2

Sudah 14 tahun NRM-USAID menyalurkan dana, melalui bantuan teknis serta fasilitasi yang tentunya dilengkapi dengan sejumlah peralatan untuk pengelolaan TN Bunaken. Puluhan miliar rupiah dana yang dikeluarkan untuk kegiatan yang diharapkan menjadi sebuah proyek percontohan pengelolaan kawasan pelestarian alam di Indonesia itu.

USAID pertama kali tertarik membantu program pengelolaan sumberdaya alam sejak tahun 1990.3 Namun, agreement (kesepakatan) dengan pemerintah Indonesia baru dilakukan pada bulan Agustus tahun 1991.4 Dalam laporan Proyek Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pelestarian Alam (Pelihara) yang disusun tim Bappenas dan USAID, menyebutkan bahwa telah terjadi perombakan berbagai sumberdaya yang punya nilai ekonomis di masa depan. Sebagai proyek percontohan diharapkan TN Bunaken dapat menjadi model pengelolaan untuk diterapkan di kawasan pelestarian laut lainnya di Indonesia.

Pada tahun 1992, Biodiversity Support Program5 pernah melakukan analisa dampak lingkungan terhadap proyek NRM/USAID di Manado dan Bukit Baka. Tujuan umum NRM untuk mencapai efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam baik di darat dan laut, melalui rencana pengelolaan.

Namun, selama satu dasawarsa pengembangan pengelolaan taman nasional tidak berjalan mulus. Benturan kepentingan pemanfaatan sumberdaya alam, hingga fisik di kawasan TN Bunaken terus terjadi.

Pemda Sulut menginginkan Bunaken sebagai kawasan wisata saja. Ini berlangsung terus meski krisis ekonomi dan moneter menerpa Indonesia sejak tahun 1997. Krisis multidimensi membawa pengaruh yang besar dalam kawasan. Kegiatan pengeboman dan peracunan ikan juga dikabarkan terjadi hampir di semua kawasan TN Bunaken.

Setelah NRMP selesai, Kelola6 melanjutkan kegiatan di TN Bunaken dengan melakukan survei sampah di Manado dan Bunaken. Dana kegiatan ini dari sebuah lembaga donor yang difasilitasi salah seorang konsultan NRM di Jakarta.

Secara resmi program NRM-II ditandai dengan dibukanya kantor CRMP (Coastal Resource Management Program)-USAID tahun 1997 di Manado. Pada bulan September 1998, dibuka NRM-II/EPIQ (Program Penguatan Kebijakan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam) sebagai kantor penghubung provinsi di Manado. Visi program NRM-II ini adalah desentralisasi pengelolaan sumberdaya alam. Selain di Sulut, NRM-II juga ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua.

Kegiatan yang didanai USAID di TN Bunaken juga telah disalurkan melalui organisasi non pemerintah, antara lain Kelola dan Forum Petaupan Katouan (FPK)7 lewat BSP– Kemala.8 Memang lembaga ini tidak sepenuhnya melakukan kegiatan di TN Bunaken, sebab program lainnya termasuk beberapa tempat di Sulut. Namun, fokus kegiatan di kawasan TN Bunaken tetap menjadi prioritas.

Tahun 1997 dan 1998, melalui program di FPK, beberapa kampung di TN Bunaken mulai ada pendampingan intensif.9 Pendampingan intensif dilakukan pada kelompok-kelompok di kampung Tiwoho, Manado Tua, Rap-rap dan Nain. Di Rap-rap, melalui program pemetaan, muncul posisi tawar warga untuk melakukan negosiasi dengan pihak lain, antara lain petugas pembayar pajak. Warga setempat melakukan pembaruan dalam pembayaran pajaknya.

Masih di Rap-rap, hukum tua juga melakukan penolakan terhadap patroli gabungan yang dinilai tidak partisipatif karena belum melibatkan orang kampung. Warga juga, melalui Sekretaris Desa, pernah menolak proyek untuk desa tersebut yang antara lain dibiayai APBN tahun 1997/1998 karena merugikan warga kampung. Di Towoho, kelompok warga ini ada yang menolak program Kredit Usaha Tani.

Tahun 1998-1999, NRM-II/EPIQ juga melakukan kontrak dengan FPK untuk kegiatan pendampingan kelompok. Kegiatan ini berupa paket bantuan program hutan dan kawasan lindung di TN Bunaken, khususnya proyek pendampingan kelompok masyarakat di daerah penyangga.

Pada tahun 2000/2001, NRM II-USAID membiayai Yayasan Kelola untuk program pengorganisasian dan pendampingan di kawasan TN Bunaken sebesar US$ 80 ribu (bila satu dolar Amerika Rp 8000, nilainya sekitar Rp 640 juta). Dukungan dana Kelola juga datang dari Ford Foundation sebesar US$ 63 ribu (Rp 500 juta) dan Packard Foundation sebesar US$ 40 ribu (320 juta).10 Kegiatan Kelola di TN Bunaken, antara lain di Rap-rap untuk kampanye duyung, di Manado Tua, Tiwoho, Alungbanua, Bango dan Tiwoho.

Awal tahun 2003, CSSP-USAID mendanai kegiatan Kelola untuk waktu 16 bulan sebesar Rp 971 juta untuk pengorganisasian rakyat di kawasan TN Bunaken dan Kabupaten Sangihe, serta konsultasi publik kebijakan otonomi daerah. Kegiatan CSSP ini dikemas dalam bentuk lokakarya dan pelatihan. Di kawasan TN Bunaken, kegiatan pengorganisasian dilakukan di Desa Rap-rap, Tiwoho dan Nain.11

Awal Maret 2004, terdengar kabar CRMP12 yang sebelumnya disebut Proyek Pesisir akan mengembangkan ekowisata di Sulawesi Utara, antara lain di TN Bunaken bagian selatan, Pulau Bunaken dan Teluk Manado.13 Program yang sebelumnya disebut Proyek Pesisir itu berganti kulit menjadi Mitra Pesisir.14

Dalam menjalankan kegiatan ekowisata,15 selain dukungan NRM-III dan CRMP-II, Mitra Pesisir akan bekerjasama dengan:

- Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univseritas Sam Ratulangi, yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri di Sulawesi Utara yang memiliki pengembangan keilmuan sumberdaya bahari dan ilmu kelautan.
- Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Manado. Jurusan ini memiliki program pengembangan pariwisata dan pengembangan ekowisata.
- Yayasan Laut Lestari Indonesia (YLLI) yang banyak beraktivitas di daerah Sangihe dan Talaud, serta Selat Lembeh dalam pengembangan wisata bahari. YLLI juga memiliki banyak pengalaman dalam kegiatan pelatihan dan penyuluhan masyarakat.
- Screen, LSM yang baru terbentuk. Sebagian besar personilnya merupakan mantan staf Proyek Pesisir16 yang banyak melakukan kegiatan bersama-sama masyarakat Likupang dalam pembentukan daerah perlindungan laut.
- Kelompok kerja ekowisata provinsi Sulawesi Utara. Kelompok ini merupakan perwakilan para pihak yang berkepentingan dalam program pengembangan ekowisata. Anggotanya terdiri dari perwakilan pemerintah, sektor swasta, masyarakat LSM dan perguruan tinggi.

Kini selama 14 tahun NRM/USAID berkegiatan di kawasan Bunaken, agaknya belum memberikan manfaat yang berarti bagi rakyat di dalam kawasan TN Bunaken. Kasus yang terjadi di Rap-rap, Pulau Manado Tua, Mantehage, Nain dan Bunaken menunjukkan adanya penolakkan yang tak bisa dilihat lagi sebagai sebuah proses.

Sudah saatnya kita mengerem kampanye bahwa TN Bunaken sebagai model pengelolaan. Apalagi, mereplikasi model ini di kawasan taman nasional lainnya di Indonesia. Ini bukan persoalan anggaran yang kecil untuk kegiatan konservasi. Tapi, karena sejarah penetapan kawasan konservasi di Indonesia selama ini tanpa diketahui rakyat sebagai pemanfaat kawasan. Puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektar telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi di Indonesia tanpa konsultasi dengan rakyat. Tiba-tiba saja rakyat yang memanfaatkan sumberdaya alam dikejutkan dengan adanya larangan ditempatnya berpijak dan menyambung penghidupan. Lokasi-lokasi itu telah dipatok sebagai kawasan konservasi.

Apalagi, ikut sertanya warga dalam kegiatan-kegiatan NRM, misalnya, tidak lepas dari insentif yang mereka terima. Bukan karena kesadaran akan pentingnya fungsi pelayanan alam.



Catatan Bab 11

1 Thomas Corothers, 2004, dalam Wacana edisi 16 tahun IV 2004, mengungkapkan bahwa USAID lebih mengutamakan bantuan dalam bentuk peralatan dan teknik, ketimbang hibah langsung.

2 USAID didirikan tahun 1961, di masa Presiden John F. Kennedy. Tahun itu, Kennedy membubarkan organisasi-organisasi bantuan Amerika, sekaligus membentuk organisasi baru USAID, lihat Paulus Heydemans, 1992, “Sedikit tentang Bunaken, Bappenas dan Lembaga Donor Amerika,” Manado Post, Senin 9 Maret, hlm VI. Sebelum USAID didirikan, menurut Heydemans, Indonesia dan Amerika telah menandatangani perjanjian kerjasama teknik dan ekonomi, tanggal 16 Oktober 1950. Ini merupakan perjanjian pertama antara Indonesia dengan Amerika. Bantuan dalam bentuk komoditi dan pelayanan teknik.

3 Lokakarya pertama Pra Perencanaan Pengelolaan dan Pemanfaatan TN Bunaken-Manado Tua, tanggal 27-30 Agustus tahun 1990 di Hotel Sahid Manado. Lokakarya ini diprakarsai Kantor Wilayah Departemen Kehutanan, Sub BKSDA, bekerjasama dengan WWF dan USAID, lihat Manado Post, 1992, Bunaken, Pariwisata dan Tangis Penduduknya, Selasa 30 Juli. Lokakarya kedua, tanggal 11 Juli 1991 di kampus Unsrat. Pelaksana kegiatan ini Forum Komunikasi Pencinta Alam Manado, Mapala Unsrat, WWF dan USAID. Topiknya partisipasi lembaga swadaya masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan TNL Bunaken. Dalam lokakarya ini ditekankan perlunya partisipasi aktif masyarakat dengan dukungan LSM.

4 Manado Post, 1992, Loc. cit

5 Biodiversity Support Program merupakan konsorsium yang dibentuk WWF US, The Nature Conservancy dan the World Research Institute, yang dibiayai USAID sejak tahun 1988 dan berakhir 2001.

6 Setelah Proyek NRM I selesai, Kelola mendapat bagian peralatan dari NRM/USAID. Selain itu, peralatan juga diberikan kepada Balai TN Bunaken dan Coastal Resource Management program (CRMP-I, Proyek Pesisir).

7 Forum Petaupan Katouan (FPK) adalah wadah organisasi non pemerintah dan masyarakat kampung yang tersebar di Kabupaten Minahasa, Kabupaten Gorontalo, Kotamadia Bitung dan Manado. Tahun 1998, terdapat 16 Ornop dan kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah ini. FPK didirikan September 1996, dengan sasaran membangun rasa aman masyarakat kampung dalam pengelolaan sumberdaya alam kerakyatan. Lokasi kegiatan FPK, meliputi beberapa desa di sekitar TN Bunaken, Danau Tondano dan Cagar Alam Tangkoko. Organisasi ini mendapat dukungan dana paling besar dari BSP-Kemala. Sejak dibentuk tahun 1996 hingga 2001, sedikitnya dana BSP-Kemala yang dibelanjakan untuk kegiatan lapangan di TN Bunaken, kawasan Danau Tondano dan Cagar Alam Tangkoko, diperkirakan sekitar US$ 500 ribu (sekitar Rp. 4 miliar).

8 Kemala (Penguatan Kelembagaan yang Berkaitan dengan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati) merupakan bagian dari NRM di Indonesia dan BSP untuk tahun 1996-2001. Program NRM dan BSP ini didanai USAID. Selama tahun 1996 – 2001, Kemala mendukung 15 proyek untuk membangun kemitraan di lima daerah: Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua.

9 Kelola termasuk bagian dari FPK. Anggota FPK lainnya adalah LP2S, LBH Manado, Koffas, LPTP, YKMP, Tri Prasetya, Walhi Sulawesi Utara, TKWW Remboken, Selaras Bitung, Serat Manado, FKPSA, Himpalah, wakil masyarakat Rap-rap, Makawidey-Naemundung dan sekitar Danau Tondano.

10 Selain itu, Kelola masih mendapat dana dari Coastal Resource Management program (Proyek Pesisir)/USAID sebesar US$ 3000 (Rp 24 juta), National Democratic Institute (NDI) US$ 10 ribu (Rp 80 juta) dan Yayasan Kehati US$ 7.500 (Rp 60 juta). Selain di Manado dan Minahasa, kegiatan dilakukan di Kwandang Kabupaten Gorontalo dan Pulau Kakorotan, Kabupaten Sangihe dan Talaud. Kelola juga mendapat dana dari KKIP (Hutan Kemasyarakatan Pengembangan Kurikulum, Ilmu Pengetahuan dan Pengembangan Perencanaan). Kegiatan KKIP ini untuk pengembangan sistem pengelolaan hutan multipihak di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo, dengan dana awal Rp 117.850.000. Khusus program Ford Foundation juga masih berlanjut sampai tahun 2002/2003 untuk pemberdayaan organisasi nelayan kampung di Sulawesi bagian utara, terutama di Selat Lembeh Kotamadya Bitung dan Teluk Kwandang, Kabupaten Gorontalo.

11 Organisasi lainnya di Manado, Sulawesi Utara, yang mendapat dana dari CSSP-USAID adalah Yayasan Pelita Kasih Abadi (Peka), Yayasan Serat dan Yayasan Pengembangan Masyarakat Indonesia (YPMI). Sebelumnya, Yayasan Dian Rakyat (Yayayasan Dian Sulawesi) juga pernah menerima dana dari CSSP. Kegiatannya berada di luar kawasan TN Bunaken.

12 CRMP adalah salah satu komponen NRM-II yang berkegiatan sejak tahun 1997 hingga 2003. Lokasi proyek berada di luar kawasan TN Bunaken, antara lain Desa Blongko, Bentenan, Tumbak dan Talise. Proyek ini dikerjakan melalui Coastal Resources Center (CRC) – University of Rhode Island (URI) bekerjasama dengan Dirjen Bangda dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Di Sulawesi Utara bekerjasama dengan instansi terkait. Anggaran tahun 1997-1999 untuk proyek ini sekitar US$ 417.599 (Sekitar Rp 3,3 miliar). Proyek Pesisir mengembangan daerah perlindungan laut (DPL) berbasis masyarakat. Fungsi DPL untuk mempertahankan dan meningkatkan hasil produksi ikan di DPL dan meningkatkan hasil tangkapan ikan nelayan. Fungsi yang lain sebagai tempat memijah bagi biota yang mengalami fase larva planktonik dalam siklus hidupnya. Diharapkan larva akan terbawa arus ke TN Bunaken untuk mempertahankan keanekaragaman hayati di perairan setempat.

13 Pengembangan ekowisata juga akan dilakukan di pesisir Likupang, Pulau Talise, Kepulauan Sangihe dan Talaud, Tangkoko sampai Selat Lembeh.

14 Mitra Pesisir merupakan kelanjutan dari CRMP-1 atau Proyek Pesisir, Untuk ekowisata ini akan didukung NRM-III dan CRMP-II, lihat brosur Pengembangan Ekowisata di Sulawesi Utara (Mitra Pesisir). Yang masuk dalam mitra NRM adalah BSP-Kemala, CRMP, The Nature Conservancy, CI Program dan WWF Indonesia.

15 Pada tahun 1993, NRMP-1 pernah melakukan survei ekowisata di kawasan TN Bunaken dan sekitarnya. Survei pada bulan Oktober 1993 itu dilakukan Richard Sandler. Menurut Sandler, lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam usaha ekowisata, akan lebih banyak pula yang terlibat dalam pelestarian. Sandler mengemukakan bahwa tujuan ekowisata adalah memungkinkan turis menikmati kebudayaan atau kebiasaan tradisional, tanpa menganggu ekologi setempat.

16 Seperti halnya Kelola yang terbentuk saat NRM-1 akan berakhir, maka staf CRMP juga membentuk Screen. NRM-III/EPIQ juga telah memfasilitasi terbentuknya Yayasan Lestari. Pengurusnya sebagian bukan staf NRM/EPIQ dan ada juga yang staf NRM/EPIQ.

No comments: