Saturday, February 24, 2007

Bab 14. Bunaken dalam Konteks Globalisasi-Neoliberalisme

Sejak program NRM-II mulai didanai lagi di Sulawesi Utara, kegiatannya tidak lagi terpaku pada kawasan TN Bunaken. Beberapa kegiatan yang difasilitasi NRM-II dan III antara lain di kawasan Danau Tondano, Kabupaten Minahasa dan tambang di Kecamatan Dimembe, Minahasa Utara. Di Tondano, misalnya, NRM/EPIQ mulai menangani masalah-masalah di kawasan yang menjadi jantung bagi sebagian warga Minahasa dan Manado itu. Caranya antara lain dengan membentuk Kelompok Kerja Sumberdaya Alam Kecamatan.1

Kelompok kerja ini menemukan ancaman lingkungan yang mendesak untuk ditangani. Semisal, peningkatan sedimentasi akibat praktik pertanian intensif dan berubahnya lahan pemanfaatan, pencemaran akibat pemakaian pupuk dan pestisida, pakan ikan, limbah manusia dan hewan. Selain itu, sampah dari Danau Tondano ini mengalir hingga Teluk Manado dan menyebarang ke kawasan TN Bunaken.2

Melalui kelompok kerja kecamatan, NRM/EPIQ juga melakukan kegiatan penelitian intensif dan pendampingan masyarakat di lokasi tambang Dimembe. Menjamurnya tambang emas yang dikerjakan rakyat menarik perhatian NRM/EPIQ untuk menghitung berapa kira-kira buangan merkuri yang biasanya digunakan para penambang untuk memisahkan emas dengan material yang lain. Tambang Tatelu- Dimembe ini berada di areal Kontrak Karya Tambang Tondano Nusa Jaya.3 Di daerah aliran sungai Talawaan dan Tatelu, buangan sisa-sisa merkuri dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan turis asing yang melakukan penyelaman di kawasan TN Bunaken.

Telah diketahui bersama bahwa merkuri yang berubah menjadi metil merkuri sangat berbahaya bagi organisme, termasuk manusia. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa NRM/EPIQ hanya mengedepankan kegiatan penambangan rakyat atau yang disebut sebagai penambangan tanpa ijin?

NRM melakukan publikasi yang gencar soal tambang di Tatelu dan Dimembe ini. Semisal dalam sebuah publikasi November tahun 2000 disebutkan bahwa soal buangan merkuri di tambang Dimembe lima tahun lagi akan menyamai jumlah yang terdapat di Minamata.4 Padahal, masih di Sulawesi Utara, buangan limbah akibat beroperasinya perusahaan tambang besar PT Newmont Minahasa Raya (NMR) agaknya tak digubris oleh NMR/EPIQ. PT Newmont Minahasa, membuang limbahnya ke Teluk Buyat. Setiap hari, perusahaan itu menggelontorkan sebanyak 2000 ton limbah ke perairan Buyat.5 Begitu juga dengan perusahaan tambang skala besar PT Meares Soputan Mining (MSM) yang akan mengikuti jejak Newmont Minahasa akan membuang limbah ke perairan Likupang.6

Karena itu, tulisan ini menyoroti ketimpangan isu pelestarian lingkungan yang difasilitasi program NRM di kawasan Bunaken dan sekitarnya dalam konteks dampak globalisasi-neoliberalisme. Yang dimaksud dengan globalisasi adalah proses pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi dunia berdasarkan prinsip perdagangan bebas yang sesungguhnya telah dicanangkan sejak zaman kolonialisme.7

Kapitalisme, menurut Fakih, memerlukan strategi baru untuk mempercepat pertumbuhan dan ‘akumulasi kapital,’ maka strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan segenap rintangan investasi dengan pasar bebas, perlindungan hak milik intelektual, good governance, penghapusan subsidi dan program proteksi pada rakyat, deregulasi, dan penguatan civil society, anti korupsi dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan suatu tatanan perdagangan global. Dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan. Dengan demikian, globalisasi pada dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali suatu paham yang dikenal dengan neoliberalisme.8

Paham neoliberalisme, seperti yang diurai Fakih, pada dasarnya secara prinsipil tidak ada bedanya dengan paham liberalisme lama. Hanya saja waktu timbulnya dan konteks pemunculannya kembali, serta skala dan strateginya berbeda karena menjawab pesoalan yang berlainan. Dengan demikian neolibealisme merupakan kembalinya paham liberalisme lama di era yang baru.

Fakih mengungkapkan bahwa ternyata konsep dan pengertian civil society telah menjadi diskursus dominan para pembela neoliberalisme. Istilah ini bahkan telah direbut, justru untuk menghentikan bangkitnya gerakan perlawanan rakyat. Para penganut neoliberalisme percaya bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai sebagai hasil normal dari “kompetisi bebas.”

Dalam konteks program NRM/EPIQ di kawasan pelestarian alam dan lingkungan hidup, akan kita cermati bagaimana ketimpangan itu terjadi. Setelah PT TTN dan MSM menghentikan sementara kegiatan operasi penambangannya di Minahasa, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menggagas lokakarya advokasi tambang di Tomohon, akhir November tahun 1999. Di sela-sela kegiatan lokakarya itu, peserta meluangkan waktunya berkunjung ke lokasi pabrik PT Newmont Minahasa. Di sana, peserta berdialog dengan pihak perusahaan.

Selain itu, salah satu peserta juga membacakan pernyataan sikap yang juga ditujukan kepada Presiden Abdurrahman Wahid.9 Intinya, Jatam Indonesia mendesak Presiden RI untuk sesegera mungkin menutup sementara seluruh kegiatan pertambangan PT NMR ditambang Minahasa, sampai perusahaan yang bersangkutan mengubah seluruh proses produksi beserta peralatannya sehingga memenuhi syarat-syarat emisi nol dan melaporkan kepada masyarakat. Syarat yang sama harus dikenakan terhadap PT Newmont Nusa Tenggara, ditambang Batu Hijau, Sumbawa.

Agaknya, kunjungan lapangan peserta lokakarya Jatam dan pembacaan pernyataan sikap itu cepat merembes ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Jatam telah dianggap menggangu investor Amerika. Kedubes Amerika di Jakarta lalu menekan USAID agar membatalkan kerjasama dengan Jatam yang saat itu menerima dana dari BSP-Kemala.10

Pemutusan kerjasama pendanaan antara USAID dan Jatam ini menimbulkan reaksi dari sedikitnya 100 orang aktivis dari berbagai organisasi non pemerintah di Indonesia. Sebab, USAID dituding telah melakukan standar ganda. “Di satu sisi mendorong proses demokratisasi, di sisi lain melarang advokasi terhadap perusahaan Amerika yang menimbulkan masalah di Indonesia,” kata Chalid Muhammad, koordinator Jatam.11

Setelah kasus yang muncul tahun 2000 itu proyek-proyek NRM/EPIQ makin gencar melakukan penelitian dan publikasi bahaya tambang emas di kawasan Dimembe, Minahasa. Mulanya, NRM/EPIQ melakukan penelitian buangan merkuri, lalu dilanjutkan dengan program pendampingan dengan berbagai fasilitasi di Desa Tatelu.12 Saya akan memaparkan laporan yang disampaikan Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi Sulawesi Utara.13 Menurut laporan itu, pada dasarnya merkuri yang dihasilkan oleh pertambangan besar, PT Newmont Minahasa Raya, berasal dari alam yang digali dan diproses menjadi bahan buangan. Ekstraksi emas pada kegiatan skala besar dengan menggunakan sianida bukan merkuri.

Dengan demikian, jumlah kandungan merkuri dalam limbahnya berasal dari batuan induk yang diolah. Jumlah tailing yang dibuang ke Teluk Buyat oleh PT NMR adalah 2000 ton perhari. Dengan menggunakan data hasil analisis merkuri dalam sedimen pada ujung pipa pembuangan tailing sebesar 1,02 ppm (part per million), maka PT NMR membuang merkuri ke dalam lingkungan 1 kilo gram per hari.14

Mengapa buangan merkuri Newmont Minahasa ke Teluk Buyat ini tak mendapat perhatian dari NRM/EPIQ dan Proyek Pesisir CRMP yang didanai USAID? Padahal, lokasi buangan limbah Newmont Minahasa hanya berjarak beberapa kilometer dengan lokasi dampingan proyek CRMP di Bentenan. Begitu juga dengan konstruksi pipa buangan limbah PT Meares Soputan Mining yang akan mengikuti jejak Newmont. Lokasi yang berada di Toka Tindung, Likupang, masih berada dalam lingkup proyek CRMP. Bila lokasi buangan Newmont agak memutar dan berada di sekitar Laut Maluku, dekat Teluk Tomini, maka buangan limbah Meares Soputan ini terhitung dekat dengan kawasan TN Bunaken.

Rizald Max Rompas menguraikan bahwa adanya kegiatan penambangan emas skala besar di Ratatotok dan di Kecamatan Likupang dikhawatirkan akan merusak ekosistem daerah pantai. Meski perusahaan ini menggunakan teknologi tinggi dalam sistem pembuangan limbah. Dalam kegiatan pemasangan pipa di laut saja dapat memberikan dampak negatif bagi ekosistem pantai. Jika buangan itu telah bertahun-tahun di laut, suatu saat, akan menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.

Apalagi, termoklin yang ada di perairan Sulawesi Utara ini tidak permanen. Sewaktu-waktu limbah didasar laut itu akan terangkat ke permukaan dan mengancam kehidupan. Bila merkuri dan logam berat lainnya ini terkontaminasi ke dalam tubuh ikan cakalang dan tuna akan mengancam sumberdaya perikanan Sulut. Logam berat ini akan mempengaruhi ekologi dan biasa disebut ekotoksikologi. Polutan logam berat dapat mengancam ekosistem dan mengubah keanekaragaman spesies. Dan yang paling berbahaya adalah akumulasi logam berat pada tubuh manusia.

Selanjutnya, Rompas menjelaskan bahwa kawasan perairan Sulawesi bagian Utara ada kecenderungan telah ada logam berat merkuri (Hg) akibat kegiatan penambangan emas di Bolaang Mongondow, Sangihe dan Gorontalo. Di Minahasa (perairan Ratatotok dan Buyat) buangan tambang emas PT Newmont telah menaikkan senyawa kompleks sianida (CN) di laut.

Bertambahnya senyawa sianida dan logam berat lainnya akan mengancam ekosistem pesisir dan laut. Pelepasan elemen-elemen toksik logam berat, antara lain Hg, As, Cu dan Pb ini akan masuk dalam rantai makanan.

Nah,bagaimana dengan teori larva yang dikemukakan CRMP yang membuat program daerah perlindungan laut (DPL) di Desa Blongko. Jarak Blongko dengan TN Bunaken dan Likupang dengan TN Bunaken, memiliki jarak yang hampir sama. Padahal, fungsi DPL antara lain sebagai tempat memijah bagi biota yang mengalami fase larva planktonik dalam siklus hidupnya. Nantinya, diharapkan larva akan terbawa arus ke TN Bunaken untuk mempertahankan keanekaragaman hayati di perairan setempat. Bagaimana pula dengan larva plankton yang bila terkontaminasi logam berat akibat buangan limbah perusahaan pertambangan itu dimakan ikan kecil, lalu ikan kecil di makan ikan yang lebih besar, hingga dikonsumsi manusia?

Bagaimana dengan ikan-ikan pelagis yang telah terkontaminasi merkuri dan hidupnya beruaya sesuai musim dan alur perkembangan hidupnya? Bagaimana pula dengan temuan ikan raja laut di Pulau Manado Tua yang sangat menghebohkan itu? Bukankah dengan temuan ikan raja laut ini menunjukkan adanya kehidupan biota bawah laut di Sulut.

Kalau kita menghargai adanya kehidupan bawah laut dan menyadari adanya larva plankton, tentunya laut bukan hanya sekadar tempat buangan limbah. Tapi, begitulah. Bahkan Jatam yang menginginkan pengelolaan lingkungan yang lebih baik, malah mendapat pemutusan hubungan kerjasama pendanaan dengan USAID gara-gara melakukan advokasi tambang Newmont. Barangkali inilah standar ganda USAID. Menurut Pantoro Tri Kuswardono, bantuan USAID selalu bernuansa politis yang memberi keuntungan pada pemerintah Amerika Serikat.15

Soal standar ganda ini pernah dikemukakan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore (1994). Dalam tulisan panjang Al Gore menyebutkan bahwa pembelaan Amerika Serikat terhadap pasar bebas dan pemberian bantuan luar negeri kepada negara-negara terbelakang dilakukan sebagian karena sikap altruistik, tapi terutama didorong oleh perjuangan melawan komunisme.16

Setelah Perang Dunia (PD) II, Al Gore mengemukakan bahwa Eropa hancur sama sekali sehingga kegiatan ekonomi normal tidak mungkin lagi dilakukan. Muncul gagasan Marshall Plan (Rencana Marshall) di masa Amerika Serikat dipimpin Presiden Harry Truman dan Jenderal George Marshall. Pada umumnya, pandangan tentang Rencana Marshall bahwa ini merupakan sebuah strategi yang berani untuk membantu bangsa-bangsa Eropa Barat membangun kembali dan tumbuh menjadi cukup kuat untuk menghadang penyebaran komunisme.

Catatan Bab 14

1 Lihat NRM News Volume II/nomor 3- November 2000,”Rencana Kerja Danau Terpopuler di Sulawesi Utara.”

2 Ibid

3 Tambang Tondano Nusajaya (TTN) adalah anak perusahaan Aurora Gold, sebuah perusahaan tambang emas yang berbasis di Australia. TTN memiliki areal eksplorasi seluas 297.000 hektar di Kabupaten Minahasa yang masuk Kontrak Karya generasi ke empat. Pada tanggal 16 September 1999, Presiden Direktur PT TTN dan PT Meares Soputan Mining (MSM) John B. Vernon telah menyurati Gubernur Sulawesi Utara EE Mangindaan. Dalam surat itu, Vernon menjelaskan bahwa sehubungan dengan tingginya tingkat ketidakpastian situasi politik dan ekonomi di Indonesia, tak ada satu pun lembaga keuangan yang bersedia mempertimbangkan pemberian dana untuk proyek ini untuk jangka waktu 12 sampai 18 bulan. Walau pun Aurora mempunyai komitmen jangka panjang dengan Pemda Sulut, akan tetapi dengan berat hati, perusahaan terpaksa harus tetap dipertahankan dalam status pemeliharaan dan pengawasan. Personil eksplorasi TTN juga telah mendapat ancaman fisik sehingga kegiatan eksplorasi sangat terganggu. Lihat surat Vernon, kepada Mangindaan.

4 NRM News, 2000, Op. cit. Lihat artikel “Pemerintah Daerah Tangani Ancaman Merkuri di Sulawesi Utara.” Dalam tulisan itu disebutkan bahwa para pejabat pemerintah daerah Sulawesi Utara tengah berjuang keras untuk mencegah terjadinya pencemaran merkuri yang berasal dari penambangan emas liar. Dengan dukungan NRM/EPIQ Sulawesi Utara, telah dibentuk kelompok kerja kecamatan yang akan menangani masalah-masalah sulit yang timbul sehubungan dengan semakin menjamurnya petambang emas liar yang menggunakan merkuri untuk mengekstraksi emas dari bijih emas.

5 Berdasarkan Kontrak Karya, PT Newmont Minahasa Raya dimiliki Newmont Indonesia Limited yang didirikan di negara bagian Delaware, Amerika yang berkantor di Melbourne, Victoria 3000, Australia dan PT Tanjung Serapung (milik Yusuf Merukh). Newmont mengantongi 80 persen saham, sisanya 20 persen untuk Tanjung Serapung. Perusahaan beroperasi di Messel Ratatotok, sekitar 65 mil arah Barat Daya Manado. Markas induk PT Newmont Minahasa berada di Denver, Colorado, AS. Newmont Mining saat ini berada pada posisi kedua perusahaan emas terbesar di dunia. Pada tahun 2004 ini Newmont Minahasa sudah memasuki tahap penutupan tambang dengan alasan deposit emas sudah tidak ada lagi. Sesuai jadwal program pasca penutupan dan pemantauan akan berlangsung tahun 2004 hingga 2006. Lokasi tambang Newmont Minahasa juga telah diincar Pemerintah Hindia Belanda. Menurut Geraldine Manoppo-Watupongoh (1983) di akhir abad ke-19, tiba rombongan buruh tambang yang bekerja pada tambang emas yang terletak di perbatasan Minahasa dan Bolaang Mongondow.

6 PT MSM yang juga saudara kandung TTN berada di Likupang Kabupaten Minahasa Utara dan Kotamadya Bitung. Luas areal KK 8.959,19 hektar masuk tahap konstruksi. Perusahaan ini telah membuat konstruksi buangan limbah tailing ke laut. Panjang pipa 3,5 kilo meter dan menjulur ke laut di kedalaman 152 meter. Tahun 2002 , Aurora telah menjual sahamnya di PT Meares Soputan Mining dan Tambang Tondano Nusajaya. Perusahaan ini telah memulai kegiatan eksplorasi dan konstruksi. Akhir 2003, Aurora telah melepas 85 persen sahamnya di PT MSM dan TTN kepada perusaahaan tambang Archipelago Resources Limited. Sedangkan sisa 15 persen saham masih dimiliki Julius Tahija melalui Austindo, perusahaan Indonesia.

7 Fakih, 2002, Loc. cit, hlm 194

8 Fakih, 2002, Loc. cit, hlm 187

9 Lihat Proseding Workshop Advokasi Tambang, lokakarya Re-Posisi Jatam, yang dilaksanakan tanggal 22-29 November 1999 di Kawanua Cottage, Tomohon. Proseding itu tertanggal 18 Januari 2000.

10 Lihat TEMPO Interaktif, 2000, ”USAID Hentikan Kerjasama dengan Jatam,” 8 Mei. USAID menghentikan kerjasama dengan Jatam gara-gara dianggap menganggu investor Amerika. Menurut Koordinator Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) Restu Achmaliadi, Jatam hanya menginginkan bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya alam yang lebih baik. “Cara USAID menghentikan kerjasama pendanaan untuk Jatam ini tidak beralasan. Pemerintah kita saja, kalau salah kita kritisi. Masa di negeri sendiri kita diperlakukan seperti itu,” katanya.

11 Ibid

12 Setelah melakukan penelitian dan mempublikasikan hasilnya bahwa merkuri di tambang Dimembe mengancam organisme, termasuk manusia, kegiatan NRM-III dilanjutkan dengan pendampingan. Ada berbagai kegiatan yang dilakukan, antara lain, memfasilitasi Rancangan Peraturan Desa tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam, pemetaan desa partisipatif. Juga menerbitkan tabloid kampung Swara Wanua dan radio kampung. Dukungan dana dikabarkan juga mengalir dari CSSP untuk kegiatan di tambang itu. Pada bulan Februari 2004, Kepolisian Resort Manado telah menghentikan semua kegiatan tambang di Tatelu, Dimembe. Alasan Kepala Polres Manado AKBP Henkie Kaluara, tambang di lokasi itu melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan

13 Lihat Laporan Perkembangan Pertambangan dan Energi di Provinsi Sulawesi Utara, April 2000. Laporan itu disampaikan kepada Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudhoyono. Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi, telah berubah menjadi Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Utara. Manager External Relations PT Newmont Minahasa Raya David Sompie mengaku belum membaca laporan tersebut.

14 Ibid

15 Lihat catatan kaki Pantoro Tri Kuswardono, dalam kajian “Pengerahan Sosial dari Utara ke Selatan: Kebun Binatang dan Eksperimen Sosial? dalam Wacana Edisi 16, Tahun IV 2004, Membongkar Proyek-Proyek Ornop, hlm 149. Oxfam America misalnya tidak pernah merekomendasikan organisasi-organisasi yang termasuk dalam “the Family of Oxfam” dan organisasi-organisasi mitranya untuk menerima dana dari USAID.

16 Al Gore, 1994, Bumi dalam Keseimbangan, Ekologi dan Semangat Manusia, diterbitkan Yayasan Obor Indonesia, diterjemahkan Hira Jhamtani, hlm 342. Menurut Al Gore informasi menyeluruh tentang siapa yang bertanggung jawab akan kerusakan lingkungan hidup juga akan menjadi cara yang kian penting untuk membuat kekuatan pasar bekerja bagi lingkungan hidup dan bukan melawannya, hlm 439. Selanjutnya, Al Gore mengatakan bahwa kembali pada isu pembangunan ekonomi di luar negeri yang pelik, saya terpaksa menyimpulkan bahwa beberapa lembaga dana internasional yang dibentuk untuk tujuan mulia “membangun” Dunia Ketiga justru lebih banyak menimbulkan kerusakan dengan mengabaikan dampak ekologis proyek-proyek berskala besar, hlm 442.

No comments: