Saturday, February 24, 2007

Bab 13. Reklamasi Pantai Manado

Gelombang gulung menggulung disertai badai menghantam sepanjang pantai di Teluk Manado, pada tanggal 18 dan 19 bulan Desember 2003. Ombak setinggi tiga meter ini meruntuhkan breakwater (tanggul pembatas) di lokasi reklamasi pantai Teluk Manado. Terutama di lokasi Bahu Cipta, PT Sulenco Boulevard Indah dan PT Haluan Jaya. Puluhan rumah makan di kompleks reklamasi Bahu Cipta rusak berat diterjang ombak. Hingga Maret, belum terlihat kegiatan rumah makan di lokasi tersebut.

Fenomena amukan gelombang dan badai bukan hanya sekali itu terjadi di kawasan reklamasi. Pada hari Kamis tanggal 11 November 2001 dan tahun-tahun sebelumnya, tanggul pembatas ini pernah runtuh, terutama di lokasi Haluan Jaya dan Sulenco. Jebolnya breakwater ini berakibat pada merembesnya timbunan tanah ke laut sekitar Pantai Manado. Air permukaan tampak coklat kekuning-kuningan, mencemari sekitar lokasi.

Ada pun lokasi reklamasi pantai di Teluk Manado ini sempat menimbulkan kontroversi sejak tahun 1995. Di lokasi sepanjang lima kilo meter, saat ini, sudah dapat dilihat bangunan berupa mall, restoran dan pertokoan di lokasi Bahu Cipta dan PT Megasurya Nusalestari,1 dan PT Papetra Perkasa Utama. Sedangkan di PT Sulenco, Haluan Jaya dan Multi Cipta Perkasa Nusantara masih dalam pengurukan dan pendirian tiang pancang.

Pembangunan di lokasi reklamasi ini memang menjadi perhatian banyak pihak termasuk Menteri Lingkungan Hidup. Dalam kasus ini, NRM telah memetik pelajaran yang menarik bahwa ancaman terhadap ekosistem TN Bunaken, datang dari kegiatan-kegiatan reklamasi pantai di Kota Manado, penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida. Selain itu, pengambilan terumbu karang, pencemaran sampah dari Manado, penebangan bakau dan wisata alam yang tidak ramah lingkungan.2

Namun, seperti kita ketahui, ancaman dari kegiatan reklamasi pantai dan buangan sampah dari Manado sejauh ini masih sebatas kajian di hotel-hotel dan laporan. Memang Program NRM pernah memfasilitasi masalah ini. Tapi, tak ada tindakan nyata untuk mengurangi dampak kegiatan reklamasi ini terhadap ekosistem kawasan TN Bunaken. Penegakkan hukum masih sebatas dengan pemanfaat di dalam kawasan Bunaken, terutama nelayan setempat dan pemanfaat mangrove.

Siegfried Berhimpon (2003) menjelaskan bahwa ada dua isu pengelolaan pesisir di Kota Manado. Pertama, reklamasi pantai Manado yang telah menghilangkan sebagian ekosistem terumbu karang dan menimbulkan konflik sosial. Kedua, sistem penanganan sampah dan limbah kota yang bermuara ke sungai dan kali di Teluk Manado. Buangan sampah dan limbah kota ini merupakan ancaman pencemaran di Teluk Manado dan kelestarian TN Bunaken.

Mengapa belakangan NRM enggan mengorek masalah ancaman pelestarian dari kawasan reklamasi ini? Adakah ini berkaitan dengan pasar bebas yang memang telah menjadi ukuran dan salah satu sasaran pemerintah daerah?

Kota Manado memiliki panjang pantai sekitar 17 kilo meter dari pesisir Malalayang II hingga Tongkaina/Bahowo. Di sepanjang pantai itu, terdapat terumbu karang terutama di Malalayang, Pondol dan Molas hingga Tongkaina. Terumbu karang di Pondol telah ditimbun PT Megasurya. Menurut Walikota Manado Lucky Korah (1997) dalam era globalisasi yang berdampak pada persaingan terbuka antar kota, maka peningkatan daya tarik Kota Manado harus dikembangkan dengan mengubah penampilan kota sedemikian rupa.3

Perkembangan ekonomi global ditandai dengan tumbuhnya kerjasama regional AFTA (Asean Free Trade Area) tahun 2003, APEC (Asian Pacific Economy Community) tahun 2010 dan World Trade Organization (WTO) tahun 2020. Pandangan para birokrat era tersebut akan memberi dampak positif dengan hadirnya investasi yang akan mendorong industri-industri. Apalagi, posisi Sulawesi Utara yang berada di Pasifik Rim, pintu gerbang ke kota-kota lain di Pasifik.

Salah satu andalan Kota Manado saat ini dan menghadapi pasar bebas adalah potensi bahari. Karena itu, sektor pariwisata sedang dipacu, selain juga perdagangan, jasa dan industri. Kawasan TN Bunaken yang masuk wilayah Kota Manado ini meliputi, pesisir dari Desa Meras sampai Tongkaina, Pulau Siladen, Bunaken dan Manado Tua.

Sejauh mana dampak reklamasi ini terhadap warga di Manado dan kawasan TN Bunaken. Kita bisa melihat setiap kali hujan deras, beberapa bagian kota Manado mengalami genangan air. Ini selain akibat mampatnya saluran air, juga karena adanya reklamasi di sepanjang pantai Manado.

Guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Bambang Soeroto mengatakan bahwa dengan adanya reklamasi, jutaan biota laut, baik itu tumbuhan dan hewan telah mati. Biota yang mati tentu saja tidak dapat diselamatkan lagi. Biota itu mati karena tertimbun tanah, batu dan akibat kekeruhan dengan adanya partikel tanah yang meningkat di sekitar lokasi reklamasi. Biota ini terdiri dari berbagai spesies sea grass, alga laut, hewan avertebrata seperti krustasea, moluska, echinodermata, polychaeta, sponge, koral dan lain-lain.

Cepat atau lambat, menurut Soeroto, perubahan keanekaragaman di teluk Manado sedikit banyak akan mempunyai dampak terhadap TN Bunaken. Ini didasarkan atas pola arus di Teluk Manado. Fakta bahwa mayoritas hewan avertebrata dan vertebrata berkembang biak melalui fase larva yang planktonis dan mudah terbawa arus kemana-mana.4

Bambang menjelaskan bahwa masalah di Teluk Manado adalah eutrofikasi atau proses penyuburan perairan laut yang disebabkan oleh zat hara (nutrien) yang mengandung Nitrat (N) dan Phosphat (P). Sumber eutrofikasi adalah sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Manado. Eutrofikasi yang makin meningkat, apalagi dengan terjadi perubahan pola arus yang justru mengarah ke TN Bunaken karena adanya bangunan reklamasi. Hal ini akan mengancam TN Bunaken. Apalagi, kita belum memiliki pengolah limbah. Pembangunan hotel, rumah makan dan sebagainya di lokasi reklamasi akan menambah beban eustrofikasi bagi Teluk Manado.

Meskipun eutrofikasi akan berdampak pada kenaikan produksi ikan jenis tertentu, polusi bahan organik atau nutrien yang mengarah pada eutrofikasi akan membahayakan terumbu karang.
Catatan Bab 13

1 Salah satu fungsionaris DPP PDI Perjuangan Theo Syafei sebagai komisaris utama di PT Megasurya Nusalestari atau Megamas ini. Bahkan Megawati Soekarnoputri, pada bulan Agustus 2000 (masih sebagai Wakil Presiden) pernah berkunjung ke kawasan Megamas ini. Kunjungan ini adalah rekomendasi Pemda Sulut untuk melihat salah satu dari empat kawasan reklamasi yang sedang dikerjakan investor. Selain Megawati, hadir di lokasi ini Menteri Negara Lingkungan Hidup Sonny Keraf.

2 Merrill dan Effendi, 2001, Loc. cit

3 Lihat Lucky H. Korah, 1997, Strategi Pembangunan Kota Manado sebagai Kota Pantai “Nyiur Melambai” 21 Menyongsong Era Persaingan Bebas, disampaikan pada diskusi panel di Hotel Sahid Manado, 10 Oktober. Selain itu, lihat juga Lucky H. Korah, 1997, Pengembangan dan Pembangunan Wilayah Pantai “Wujud Manado Sebagai Water Front City” disampaikan pada seminar strategi pengembangan dan teknik pembangunan wilayah pantai di Sulut, Manado 28-29 November.

4 Lihat Bambang Soeroto, 1997, Perubahan dan Penyelamatan Lingkungan dan Ekosistem Teluk Manado dalam Pembangunan Reklamasi Teluk Manado, disampaikan dalam seminar sehari Teluk Manado, tanggal 18 Desember.

No comments: