Saturday, February 24, 2007

Bab 15. Kolonialisme

Di tahun 1937, Sam Ratu Langie1 telah meramalkan akan terjadinya PD II. Sehabis PD I tahun 1914-1918, Sam Ratu Langie menganalisis tentang negara-negara Eropa yang dibebani utang perang kepada Amerika dan menanggung akibat buruk kehancuran modal. Amerika sebagai penyalur alat-alat peperangan, telah berubah kedudukannya dari negara yang berutang menjadi negara pemberi pinjaman yang jumlahnya milyaran dollar, kepada seluruh Eropa, baik itu untuk bidang pemerintahan dan swasta. Amerika, selama perang besar telah memperoleh kesempatan meningkatkan kemampuan industrinya. Hal yang sama juga dialami Jepang yang ikut memperebutkan pasar dunia dengan suatu industri yang dibangun atas acuan yang modern.

Runtuhnya Uni Soviet dan Eropa Timur di akhir 1980-an, menurut Al Gore, dikarenakan adanya persepsi pada kedua sisi Tirai Besi itu bahwa kapitalisme jelas lebih baik daripada komunisme dalam teori dan praktek. Selain itu, kapitalisme juga memadukan teori ekonomi klasik. Al Gore berpandangan bahwa kegagalan komunisme sebagian karena menekan kebebasan politik dan ekonomi.

Fakih menguraikan bahwa krisis terhadap pembangunan yang terjadi saat ini pada dasarnya merupakan bagian dari krisis sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia yang lain. Yang diperkirakan telah berusia lima ratus tahun. Proses sejarah dominasi itu pada dasarnya sudah dimulai pada periode kolonialisme, yakni di mana perkembangan kapitalisme di Eropa mengharuskan ekspansi secara fisik untuk memastikan perolehan bahan baku mentah.2

a. Kolonialisme

Seperti telah disinggung sebelumnya, tahun 1514 Pulau Manado Tua sudah dikenal dalam peta Nicolaas Desliens tahun. Kala itu namanya masih Manadu. Sekira 1523 Portugis pertama kali datang di Manadu (Manado Tua) di masa Kerajaan Bawontehu. Pengaruh Portugis ini mulai melebar ke Bolaang Mongondow. Sedangkan ekspedisi Spanyol ke Sulawesi Utara dimulai tahun 1606, setelah Spanyol menguasai Filipina dan Ternate. Begitu pula dengan Belanda yang mulai mempengaruhi daerah-daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia. Tahun 1602, perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda yang saling bersaing membentuk Perserikatan Maskapai Hindia Timur (VOC, Vereenigde Oost-Indische Compagnie).

Setelah kedatangan pelaut-pelaut Eropa ini, terjadi kemunduran di Kerajaan Bawontehu. Ada dua alasan mengapa Kerajaan Bawontehu ini hilang. Pertama, karena adanya perselisihan keluarga kerajaan. Kedua, terjadi kekurangan makanan akibat merajalelanya yaki di Pulau Manado Tua.

Kedatangan Spanyol di Sulawesi Utara disertai dengan paderi yang menyebarkan agama Katolik (Ulaen, 2003). Spanyol melanjutkan jejak pekabaran injil yang telah diletakkan Partugis tahun 1563. Baik Portugis dan Spanyol ini sempat menguasai Siau, pulau penghasil rempah-rempah, semisal pala dan cengkeh.

Untuk menangkal masuknya Spanyol di Minahasa, Sigarlaki, dkk (1978) mengemukakan bahwa pada tahun 1654 orang Minahasa yang diwakili beberapa kepala suku mengirim utusan kepada wakil VOC di Ternate. Ini dilakukan setelah terjadi perlawanan terhadap Spanyol di beberapa tempat. Dengan kedatangan VOC, orang Minahasa ada yang mengirim utusan dan meminta bantuan VOC. Belanda setuju dan mengirim Gubernur Belanda di Maluku Simon Cos ke Manado. Untuk menanggulangi pengaruh Spanyol telah dibangun benteng didekat Pantai Manado.

Tapi,tidak semua suku di Minahasa menerima Belanda. Salah satunya di Tondano yang masih bersimpati dengan Spanyol dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Tondano akhirnya mengakui kekuasaan VOC dan mengikat perjanjian. Isi perjanjian itu antara lain: Tondano mengakui kekuasaan VOC, Tondano akan membantu VOC dan Tondano harus menyerahkan pala dan beras kepada VOC. Sebaliknya VOC berjanji untuk melindungi semua kepala walak dan membebaskan Minahasa dari pajak.3

Selanjutnya, tahun 1670-an Gubernur Maluku lainnya Robertus Padtbrugge melakukan perjalanan ke Sulawesi Utara. Ini merupakan ekspansi VOC ke Sulawesi bagian Utara. Kepulauan Sangihe dan Talaud yang telah berada di bawah pengaruh Spanyol, akhirnya meneken kontrak dengan VOC. Bagi Sangihe dan Talaud, perjalanan Padtbrugge itu dapat dilihat sebagai upaya pembentukan teritorial kolonial atau Landstreek van Manado.4

Menurut Adrian B. Lapian, sekitar bulan November dan Desember tahun 1677 terjadi kontrak perjanjian antara VOC dengan raja-raja di Nusa Utara (Sangihe dan Talaud). Jika menyimak isi perjanjian tersebut, ternyata senada dan seirama dengan perjanjian yang kemudian diadakan VOC dengan kepala-kepala walak (suku) di Minahasa tanggal 10 Januari 1679. Namun, Lapian mempertanyakan mengapa masyarakat Minahasa menganggap mempunyai suatu hubungan khusus dengan Belanda. Sedangkan masyarakat Sangihe dan Talaud yang telah lebih dahulu mengadakan perjanjian persahabatan tidak memberi makna yang sedemikian penting terhadap kontrak dengan VOC.5

Sigarlaki, dkk (1978) menggambarkan bahwa perjanjian Minahasa dengan Belanda tahun 1679 itu merupakan hubungan yang pincang karena Minahasa mengakui VOC sebagai yang dipertuan. Dengan perjanjian itu telah diletakkan dasar kolonialisme di Sulawesi Utara. Sebab, perjanjian juga dilakukan di Bolaang Mongondow dan Gorontalo.

Dengan perjanjian ini, VOC menjadi yang dipertuan dan Minahasa sebagai daerah bawahan. Sebelumnya, seperti disebutkan Sigarlaki, Minahasa termasuk daerah di dalam pengaruh Bolaang Mongondow. VOC juga berusaha masuk ke Filipina. Kekuasan VOC berakhir tahun 1799 dan beralih ke Pemerintahan Hindia Belanda.

Bubarnya VOC, berlanjut dengan penyerahan wilayah Sulawesi bagian Utara di bawah kesultanan Ternate kepada Hindia Belanda di Batavia. Di masa Gubernur Jenderal Daendels, orang Minahasa termasuk yang diperkuat untuk menjadi tentara. Tentara ini untuk menghalau serangan Inggris.

Keresidenan Manado dipisahkan dari wilayah administrasi Gubernur Maluku tahun 1859. Setelah itu keresidenan Manado mulai berdiri sendiri. Residen Manado dibagi atas tanah Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Teluk Tomoni, Buol-Toli-Toli, Sangihe dan Talaud.

Tercatat, pengaruh Amerika Serikat mulai ada di Sulawesi Utara di akhir abad 19 ketika terjadi sengketa dengan Belanda. Amerika Serikat dan Belanda memperebutkan Pulau Miangas (Palmas). Sengketa ini masuk dalam Mahkamah Internasional tahun 1898. Amerika menganggap Pulau Miangas termasuk wilayah kekuasaan Spanyol di Filipina. Sengketa itu diselesaikan tahun 1928 setelah melakukan penyelidikan sejarah penduduk, kebangsaan, bahasa dan lain-lain. Sengketa di Mahkamah Internasional yang diketuai Max Hubber berakhir dengan kemenangan Hindia Belanda.6

Barbara Sillars Harvey (1989), mengemukakan bahwa sejak zaman kolonial, Minahasa berada dibawah pengaruh Belanda yang kuat sebagai daerah yang langsung diperintah. Cukup banyak orang Minahasa dalam dinas-dinas kolonial sipil dan militer. Pada tahun 1930, di Minahasa sudah banyak sekolah swasta yang sebagian besar dikelola misi Kristen. Ini menyebakan Minahasa mempunyai kelebihan dibidang pendidikan, dibandingkan dengan daerah lain di Sulawesi.7

Di Minahasa tidak pernah berkembang bangsawan yang kuat. Tahun 1919 Hindia Belanda menyetujui distrik yang mempunyai sebuah dewan daerah. Dengan demikian, warisan politiknya lebih merupakan demokrasi kolonial daripada feodalisme pribumi.8

Di Indonesia, menurut Sam Ratu Langie, perkembangan ke arah demokrasi nasional dimulai sejak tahun 1918, setelah Dewan Rakyat didirikan dengan wewenang sebagai penasehat. Anggotanya lebih banyak berkebangsaan Belanda. Pada tahun 1927, Dewan Rakyat menjadi sebuah dewan peserta pembuat undang-undang dengan lebih banyak anggota orang Indonesia, serta Dewan Hindia (Raad van Indie) yang diperluas dengan dua orang anggota Indonesia.

Sigarlaki, dkk (1978) menjelaskan bahwa sebagai pelaksanaan desentralisasi di Minahasa, pemerintahan Hindia Belanda telah mengambil kebijakan dengan membentuk dewan-dewan lokal (localerade). Dewan yang dibentuk terbagi dua. Pertama Dewan Minahasa (Minahasa-Raad) untuk Minahasa dan Dewan Kota (Gemeente-Raad) untuk Manado. Dewan Minahasa yang berjumlah 36 orang terdiri dari orang asli Minahasa. Mereka ini dipilih langsung oleh rakyat. Sedangkan Dewan Kota diketuai orang Belanda.

Salah satu sekretaris di Dewan Minahasa ini adalah Sam Ratu Langie (1924-1927). Saat menjadi sekretaris, Sam Ratu Langie masuk sebagai anggota Sarikat Minahasa dan mengubah organisasi itu dari dalam bersama dokter Tumbelaka. Sarikat Minahasa yang pro-Belanda diubah menjadi pro-Indonesia. Karena begitu kuat tekanan Belanda atas serdadu KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang menjadi anggota di Sarikat Minahasa, maka perkumpulan ini pecah menjadi dua. Fraksi yang setia pada Belanda tetap bersama Sarikat Minahasa, sedangkan fraksi yang setia pada Indonesia berubah menjadi Persatuan Minahasa.

Pada tahun 1927, Sam Ratu Langie dipilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) hingga masuknya Jepang bulan Maret 1942. Tahun 1928, di mimbar Dewan Rakyat, untuk untuk pertama kalinya Sam Ratu Langie berbicara tentang perang Pasifik. Pada tahun 1936, Sam Ratu Langie menyokong petisi M. Soetardjo Kartohadikoesoemo yang menuntut suapaya Indonesia diberi status dominion di lingkungan Kerajaan Belanda. Pemerintah Kerajaan Belanda, tahun 1938, menolak dengan dalih bahwa rakyat Indonesia belum matang untuk pemerintahan sendiri.

Sebagai anggota volksraad, Sam Ratu Langie banyak berusaha dan memperjuangkan perbaikan nasib bangsanya, seperti menuntut Afshaffing herendiensen (pebatalan kerja rodi), perbaikan gaji dan tempat tinggal orang-orang Indonesia yang ketika itu menjadi anggota Angkatan Bersenjata Belanda, dan lain-lain. Ketika kemerdekaan RI diproklamasikan, tanggal 17 Agustus 1945, Sam Ratu Langie menjadi Gubernur pertama Sulawesi (Celebes). Setelah Belanda menancapkan kakinya kembali di kawasan Indonesia bagian timur dengan membonceng pada kekuatan sekutu, Sam Ratu Langie ditangkap tentara pendudukan Belanda.

b. Pasifik

Sam Ratu Langie ketika menulis tentang Indonesia di Pasifik (tahun 1937) menguraikan bahwa perkembangan puncak sistem kapitalisme, terletak pada ujung abad 19 dan awal abad 20. Dari segi mental, sistem ini adalah ajaran perkembangan bebas yang tak terbatas daya tenaga dan kemampuan-kemampuan perseorangan, yang dipetik dari ajaran Rousseau. Dari ajaran Rousseau, Revolusi Prancis mencari dan menemukan landasan dasar moral dan filsafatnya. Sistem ini telah mengubah keseluruhan ekonomi dunia sesuai wawasan-wawasannya. Sistem ini yang kita kenal juga dengan nama liberalisme.9

Dinasti-dinasti kapitalis, lambang-lambang dan inti sistem yang berkuasa, bermukim dan berpusat di Jerman, Prancis, Inggris dan Amerika Serikat. Dari negara-negara ini semua kegiatan memancar. Sam Ratu Langie mengutip Ferdinand Fried dalam karya Das end des Kapitalismus (Akhir Kapitalisme) menjelaskan bahwa kapitalisme yang sebenarnya, yang mempersatukan aturan dunia secara intelektual tak lain adalah prestasi puncak peradaban Barat, yang intinya terpusat di Samudera Atlantik paling utara: Amerika Serikat, sebelah timur: Inggris dan Prancis.

Penaklukkan, pembukaan dan peradaban dunia yang dilakukan dari segi tiga kapitalis murni yang mencakup London-Paris-New York ini merupakan salah satu kemenangan terbesar dari semangat Barat.

Sehabis PD I, tahun 1914-1918, kawasan Pasifik mulai menjadi perhatian. Ini terjadi setelah perpindahan modal dari Eropa Barat ke Amerika dan Jepang. Sebab, Amerika dan Jepang bukan lagi sebagai negara yang membutuhkan uang atau mendatangi pasar uang Eropa. Selama dan karena PD I, Amerika dan Jepang telah menjadi negara kreditur karena perkembangan industrinya. Timbullah suatu suasana baru dengan kemampuan-kemampuan sendiri mengatur aturan dan ekonomi dunia sesuai dengan perubahan situasi. Inilah yang disebut kawasan Pasifik. Dalam analisis masalah-masalah di Asia-Pasifik, Sam Ratu Langie memaparkan sebagai berikut:

“Di Asia Pasifik, dapat dibedakan empat serangkai kekuatan yang memiliki kepentingan-kepentingan, yakni perserangkaian barat, timur, utara, dan selatan. Perserangkaian selatan, dapat dilihat pada tiga kepentingan: Belanda, Inggris dan Prancis. Secara goegrafis, gerbang masuknya melalui Indonesia yang dimiliki Belanda. Adapun Kerajaan Inggris berdaulat di Malaysia, Singapura dan Hongkong. Kepentingan Inggris di Pasifik sangat besar karena memiliki hubungan dagang dengan kota-kota di Tiongkok dan Borneo (Kalimantan) utara. Sedangkan Prancis mempunyai Indo-Cina.

Aliran pertama politik dan masuknya modal secara ekonomi di Asia Pasifik, melalui pintu Indonesia. Awalnya setelah pemilik-pemilik kapal mulai bersatu dan terpusat dalam kompeni-kompeni. Kompeni mendapat hak tunggal dengan tujuan mengumpulkan keuntungan dagang yang sebesar-besarnya bagi para juragan. Tetapi, tanpa disengaja mereka (Spanyol, Inggris, Portugal dan Belanda) telah membangun kerajaan-kerajaan jajahan bagi negeri leluhur mereka.

Kompeni mempunyai hak tunggal karena kekuasaan material yang terlalu besar dan ekstensif, yang dibarengi dengan ketiadaan politik etika yang tidak berakhlak. Warisan kekuasan kompeni ini lalu diambil alih oleh negara masing-masing dan inilah landasan penetrasi politik penjajahan di Asia Pasifik.

Posisi kekuasaan yang diperoleh kompeni itu dalam jangka waktu dua abad telah disinambungkan dan dimanfaatkan bagi ekspansi kapitalisme negeri-negeri industri Eropa Barat, ketika pada tahun-tahun permulaan abad 19, pemerintah negara itu menggantikan kompeni yang mempunyai hak tunggal. Di negeri jajahan kaum pengusaha juga diberi proteksi serta produksi secara paksa, seperti di Indonesia ada sistem tanam paksa Van den Bosch. Produksi secara paksa ini akhirnya tidak tahan uji terhadap gerakan humanisme yang kekuatannya makin bertambah di Eropa. Produksi secara paksa ini akhirnya lenyap.

Indonesia menjadi lapangan kerja kaum intelektual Belanda, pengrajin-pengrajin dan orang-orang golongan menengah. Sedangkan industri Belanda mendapat pasar yang dilindungi. Pemusatan kekuatan politik di Eropa Barat melalui kekuasaan kolonial Prancis, Belanda dan Inggris.

Sedangkan perserangkaian timur terbentuk untuk kepentingan Amerika, terutama dengan Asia Timur. Amerika memperluas perang dengan Spanyol tahun 1898 hingga ke wilayah koloni Spanyol di Filipina. Perampasan koloni ini terjadi ketika laksamana Dewey muncul di Teluk Manila dengan atau tanpa permintaan Aguinaldo yang bangkit memberontak terhadap kekuasaan Spanyol. Tahun 1899, melalui perdamaian Paris, Amerika menawarkan supaya Filipina berada di bawah kedaulatan Amerika degan membayar 20 juta dolar kepada Spanyol.

Modal Amerika yang ditanam di Filipina dalam bidang usaha ditaksir tak lebi dari 175 juta dollar. Sedangkan di Indonesia ditaksir 4 milyar gulden. Dengan pendudukan Amerika di Filipina telah menciptakan pergeseran yang terpendam dengan aspirasi maritim negara Jepang, negara besar Asia yang perkembangannya juga disebabkan oleh Amerika.

Jepang menjadi negara modern setelah komodor Perry mendobrak pintu Jepang bagi perdagangan luar negeri. Ini juga telah membuka pintu perdagangan bagi Eropa dan pikiran-pikiran Eropa Barat yang telah merangsang modernisasi dan gaya hidup di Jepang. Perserangkaian barat, mencakup Jepang, Tiongkok dan Mancu. Jepang memegang peran penting dalam perserangkaian ini. Jepang telah menempuh jalan industrialisasi dan aktif secara internasional.

Nicholas Roosevelt dalam karya the Restless Pacific, (New York, 1928), telah memberi perhatian terhadap kepulauan Hindia ini. “Jauh di selatan, terletak imperium kepulauan besar milik negeri Belanda --kepulauan Hindia yang bagaikan dongeng-- yang telah memukau para saudagar, petualang dahulu ketika mencari lada dan rempah-rempah.”

Semua urusan (bahan mentah dan hasil bumi) merupakan keperluan mutlak yang sama pentingnya bagi ekonomi, baik perkembangan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menimbun kemewahan dalam pusat kekuasaan kebudayaan dan peradaban kapitalis, maupun bagi maksud-maksud perang.

Sebelum tahun 1898, Filipina merupakan jajahan Spanyol. Penduduknya tak memiliki hak bicara dalam pemerintahan di negeri itu. Seusai perang dengan Amerika, Filipina berada di bawah kedaulatan Amerika. Dua tahun kemudian, negeri itu diperintah oleh “komisi Filipina” yang terdiri dari lima orang Amerika dan tiga orang Filipina. Tahun 1907, dibentuk suatu majelis yang terdiri dari 81 orang anggota yang dipilih, ke semuanya orang Filipina. Perubahan terus terjadi dan komisi diganti dengan oleh sebuah senat, serta majelis menjadi dewan perwakilan.

Sedangkan perserangkaian utara, dimotori Uni Soviet. Ekspansi Rusia berbeda dengan negara-negara Imperialisme lainnya. Ekspansi Rusia merupakan penyebaran gagasan tentang suatu susunan (orde) masyarakat yang menyentuh pada sendi-sendi dasar keseluruhan sistem produksi dan sistem konsumsi.

Di Asia Pasifik, terdapat tiga aliran politik yang berjuang untuk kekuasaan psikologis: (1) penetrasi yang berasal dari negeri kapitalis tua Eropa Barat dan Amerika, (2) arus penentang nasional yang berasal dari bangsa-bangsa di Pasifik itu sendiri, (3) propaganda komunis yang diprakarsai Uni Soviet.”10

Komunisme diarahkan terhadap kekuatan kapitalis di negeri-negeri Barat. Pada masa permulaan propaganda komunisme ini mendapat simpati untuk perlawanan nasional terhadap kekuatan kapitalis. Namun, seperti yang telah diramalkan Sam Ratu Langie (1937), propaganda komunisme pun akhirnya bermusuhan terhadap arus perlawanan nasional, karena aliran-aliran nasional tersebut dapat menerima konstruksi kapitalis itu bagi negeri sendiri. Sam Ratu Langie menjelaskan bahwa:

“Pada awal abad 20, Indonesia menyediakan 30 persen kebutuhan minyak kelapa untuk berbagai negeri di dunia. Tetapi, Indonesia mengekspor hasil kelapa hanya dalam bentuk kopra. Kopra dihasilkan dengan tenaga kerja yang sedikit sekali dengan bantuan panas matahari atau sedikit api di tempat pengeringan yang masih primitif dan selanjutnya diekspor. Pengolahan kopra menjadi minyak dilakukan ditempat lain dan upahnya pun diabyar ditempat lain.

Setelah krisis ekonomi tahun 1929, Indonesia memiliki kelebihan ekspor 1.213 juta gulden. Ini terjadi antara tahun 1930-1935. Seharusnya kelebihan itu masuk ke Indonesia, ke tangan penduduk. Tapi, uang itu mengalir ke negeri-negeri modal di Barat karena kedudukan Indonesia yang belum merdeka. Seluruh upah modal dan otak harus dibayar Indonesia kepada luar negeri.”

Kapitalisme Eropa Barat, menurut Sam Ratu Langie, telah merampas negeri-negeri, rakyat-rakyat dan bangsa-bangsa, menaklukkan serta membuat mereka mengabdi kepada kebutuhan mewah pusat-pusat kebudayaan dan peradaban Eropa Barat. Itu terjadi baik dengan menggunakan kekuatan militer maupun ekonomi dan intelektual. Selain memperoleh hasil bumi dan bahan galian, negeri-negeri jajahan juga menjadi pasaran bagi negara industri. Begitu juga dengan penanam modal. Pulau-pulau di Indonesia mengandung aneka bahan galian. Mulai dari timah di Bangka, kekayaan minyak bumi di Sumatera, Papua New Guinea, Borneo dan persediaan besi yang diduga terpendam di Celebes.11

Fakih (2002) mengemukakan bahwa berakhirnya era kolonialisme, dunia memasuki era neokolonialisme, di mana modus dominasi dan penjajahan tidak lagi fisik dan secara langsung, melainkan penjajahan teori dan ideologis. Fase ini dikenal sebagai era developmentalism. Pembangunan memainkan peranan penting dalam fase kedua ini, yang akhirnya juga mengalami krisis. Pendirian neoliberalisme ini pada prinsipnya tidak bergeser dari liberalisme yang diperkirakan Adam Smith dalam the Weath of Nations (1776).12

Hal senada dikemukakan Al Gore bahwa prinsip-prinsip utama yang mendasari ekonomi saat ini sesuai dengan sistem Adam Smith. Ekonomi kapitalis pasar bebas tak dapat disangkal lagi merupakan sarana yang paling kuat yang pernah digunakan oleh peradaban. Sebagai sebuah sistem untuk mengalokasikan sumberdaya, tenaga kerja, keuangan dan perpajakan untuk menentukan produksi, distribusi dan konsumsi kekayaan dan untuk mengarahkan keputusan-keputusan tentang hampir semua aspek kehidupan kita bersama, ekonomi klasik berada pada tingkat paling atas. 13

Al Gore menyatakan bahwa sistem ekonomi kapitalis pasar bebas ini setengah buta. “Sistem ekonomi kita melihat beberapa hal, tapi lainnya tidak,” tulis Al Gore. 14

Hal ini dipertegas oleh Donald B. Calne (2004) bahwa kekuatan buku Smith yang sesungguhnya adalah karena niaga otomatis dikendalikan oleh ”invisible hand”. Pasar bebas yang sesungguhnya dapat berjalan sendiri dan menguntungkan semua orang. Ini karena sifat menguntungkan diri sendiri dicegah oleh persaingan. Sayang, perekonomian itu sarat dengan masalah, seperti pengangguran berkepanjangan. 15 Ketika diterbitkan, analisis optimis perekonomian pasar bebas oleh Adam Smith disambut dengan antusiasisme. Analisis itu memberikan penjelasan rasional dan pembenaran atas perubahan ekonomi yang sedang terjadi senyampang dengan meningkatnya revolusi industri. 15

Meluasnya kapitalisme menyodorkan kepada pemerintah dua masalah yang saling terkait: si miskin menuntut pemerataan guna menegakkan ”keadilan sosial” dan si kaya semakin takut jangan-jangan penindasan buruh yang terus-menerus akan menimbulkan revolusi. Tantangan di masa lalu dan sekarang adalah menemukan keseimbangan. 16

Boleh jadi, contoh paling jelas mengenai sosialisme yang menuai kemelut ekonomi adalah runtuhnya Uni Soviet selama 1980-an. Pengalaman selama dua abad menunjukkan bahwa sosialisme tanpa kapitalisme berarti in efisiensi, dan kapitalisme tanpa sosialisme berarti penindasan. Bila sosialisme dan kapitalisme digabung, keduanya saling mendukung atau dalam istilah ”ekonomi campuran” (mixed economy) yang mencerminkan saling ketergantungan. 17
Catatan Bab 15

1 Doktor Gerungan Saul Samuel Jacob (G.S.S.J) Ratu Langie biasa disapat Sam Ratu Langie dilahirkan di Tondano, Minahasa, 5 November 1890 dan wafat tanggal 30 Juni 1949, pada usia 59 tahun. Hakikatnya beliau gugur akibat siksaan penguasa kolonial Belanda yang membuangnya ke Serui, Papua Barat yang ketika itu disebut Nederlands Niew Guinea. Ia Doktor dibidang matematika dan fisika lulusan Universitas Zurich. Dalam bukunya “Indonesia di Pasifik: Analisa masalah-masalah pokok Asia-Pasifik,” yang diterbitkan tahun 1937 dan diterbitkan kembali Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, tahun 1982, Sam Ratu Langie mengulas tentang peranan Indonesia di Pasifik. Buku ini diterjemahkan SI Poeradisastra. Menurut Sam Ratu Langie, arti Indonesia bagi Asia-Pasifik dan bagi ekonomi dunia pada umumnya mengandung hal-hal yang bersifat pasif. Pertama, sebagai negeri konsumen. Kedua, sebagai negeri sumber bahan mentah dan ketiga, menjadi tempat penanam modal. Judul asli buku tersebut “Indonesia in den Pacific – Kers problemen van den Azia tischen Pacific,” Batavia, 1937.

2 Fakih, 2002, Loc. cit. hlm 184-185

3 Sigarlaki, dkk, 1978, Loc. cit, hlm 63.

4 Ulaen, 2003, Loc. cit

5 Adrian B. Lapian, Pengantar dalam buku Ulaen, 2003. Nusa Utara dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan, diterbitkan Pustaka Sinar Harapan

6 Lihat Sigarlaki dkk, 1978, Loc. cit, hlm 84 dan Ulaen, 2003, Loc. cit hlm 160

7 Barbara Sillars Harvey, 1989, Permesta: Pemberontakan Setengah Hati, penerbit PT Pustaka Utama Grafiti, cetakan kedua, hlm 33.

8 Ibid, hlm 36

9 Ratu Langie, 1982, Op. cit. Lihat catatan tentang Jean Jacques Rousseau (1712-1778), pengarang dan filsuf Prancis kelahiran Swiss ini sebagai penulis Du Contract Sociale (Perjanjian Kemasyarakatan) yang menganggap bahwa kekuasaan berasal dari rakyat sehingga raja memperolehnya sebagai pinjaman dari rakyat di dalam suatu perjanjian kemasyarakatan. Ajaran itu mendorong revolusi Prancis (1789), hlm 165.

10 Ratu Langie, 1982, Op. cit.

11 Ratu Langie, 1982, Loc. cit.

12 Fakih, 2002, Loc. cit, hlm 186.

13 Al Gore, 1994, Loc. Cit.

14 Al Gore, 1994, Loc. Cit

15 Lihat Donald B. Calne, 2004, Batas Nalar: Rasionalitas dan Perilaku Manusia. Hlm 151-153.

16 Ibid

17 Ibid

1 comment:

Mandalla said...

Sigarlki dkk itu berupa buku atau apa..?? Klo merupakan buku judulnya apa n dimana mungkin bisa kita menemukan buku itu..?? Terimakasih kawan