Saturday, February 24, 2007

Bab 18. Buyat

Pembaca, pada pertengahan tahun 2004, Buyat menjadi maskot pemberitaan, khususnya dibidang pertambangan skala besar. Media massa baik cetak dan elektronik silih berganti mengangkat kasus dampak kesehatan dan lingkungan yang dialami warga Buyat Pante, yang tinggal di depan Teluk Buyat. Di Teluk Buyat ini merupakan lokasi buangan tailing PT Newmont Minahasa Raya. Tak ketinggalan juga informasi lewat media alternatif dan diskusi lewat miling list.

Intensitas pemberitaan Buyat, setelah kematian Andini Lensu, awal Juli 2004 itu mendapat perhatian banyak orang. Bukan hanya publik di Indonesia. Tapi juga di negara lain, terutama Amerika, basis PT Newmont Minahasa Raya. Puluhan wartawan dari Jakarta sengaja dikirim untuk melakukan reportase dan melaporkan setiap perkembangan di Buyat.

Andini, bayi berusia enam bulan itu meninggal dengan kondisi yang memprihatinkan: sekujur tubuhnya terdapat luka bakar. Selama hidupnya Andini tumbuh tidak seperti bayi kebanyakan. Ada luka dengan kulit mengelupas mulai kepala hingga kaki. Ini terjadi setelah tiga hari Andini dilahirkan. Upaya pengobatan sudah dilakukan, tapi penyakit kulit itu tak juga sembuh.

Sebelum Pemilu legislatif 2004, telah muncul protes dari warga dan sejumlah aktivis lingkungan menyangkut masalah kesehatan dan lingkungan. Karena demo dilakukan seminggu menjelang Pemilu, tak semua aktivis datang mendukung demo tersebut. Alasannya, pihak eksekutif sibuk dengan pesta Pemilu. Demo tetap berlangsung di gedung DPRD Sulawesi Utara dan Kantor Gubernur. Bayi Andini sempat dibawa-bawa dalam demo. Media cetak lokal meliput demo tersebut. Pemerintah provinsi Sulawesi Utara melakukan dialog dengan wakil warga dan LSM. Muncul rencana anggaran ganti rugi akibat beroperasinya Newmont yang harus dikembalikan kepada warga korban.

Seminar berkaitan dengan logam berat buangan Newmont Minahasa juga digelar. Sampai pada tahap ini, Newmont membela diri. Melalui makalah yang ditulis Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Rignolda Djamaluddin dan Markus Lasut, Newmont memberikan jawaban dengan berbagai argument yang juga ilmiah.

Markus Lasut yang rutin melakukan penelitian di Teluk Buyat mengangkat judul “Contamination of Mercury in Buyat Bay, North Sulawesi, Indonesia: bioaccumulation, contamination status, and potential impact to human” yang dipresentasikan dalam acara International Conference on Mercury as a Global Pollutant. Markus menulis bersama Yoshiaki Yasuda dari National Institute for Minamata Disease. Tanggal 5 Juli 2004, Newmont Minahasa Raya melalui General Manager Bill Long dan Richard Ness telah menanggapi makalah mengenai kontaminasi
merkuri di Teluk Buyat itu.

Nemwont menanggapi bahwa dalam makalah tersebut tidak ada dasar yang mendukung adanya kontaminasi merkuri di Teluk Buyat dan hubungannya dengan tailing Newmont. Sampel biota, sedimen di Teluk Buyat dan rambut warga konsentrasi merkuri masih umum dijumopai di daerah-daerah lain. Konsentrasi merkuri pada seluruh biota yang dianalisa adalah sesuatu yang wajar untuk spesies-spesies yang dijumpai pada lingkungan laut yang tak terkontaminasi dan berada jauh dibawah nilai aman konsentrasi merkuri pada ikan yang boleh dikonsumsi manusia menurut WHO, yaitu 500 ng/g (0,5 ppm).

Markus mengemukakan bahwa seharusnya Newmont sebelum menanggapi makalah tersebut harus mengkonfirmasikan lebih dulu. Sebab makalah tersebut masih bersifat abstrak dan hanya dibatasi empat halaman. Dalam makalah itu Markus dan Yoshiaki, menggambarkan antara lain tentang kontaminasi merkuri di Teluk Buyat. Fakta di lapangan bahwa ada sistem pembuangan tailing bawah laut (sub marine tailings disposal, STD) atau sistem pembuangan limbah bawah laut (Submarine Tailing Placement, STP).

Selain itu, ada asumsi penambangan skala rakyat yang dilakukan secara tradisional. Markus mengatakan bahwa disebutkan pula sistem detoksifikasi Newmont Minahasa. Juga bukan menggunakan kata polusi yang terikat dengan aturan, tapi kontaminasi. Yang dikemukakan adalah fakta melalui hasil penelitian. Markus masih terus melakukan penelitian lanjutan di lokasi tersebut dan tempat lainnya.

Penambangan Newmont Minahasa menghasilkan merkuri, arsen dan logam berat lainnya yang berada dalam bijih emas. Logam berat ini lalu dibuang melakui proses detoksifikasi. Kandungan arsen sebelum detoksifikasi ini tinggi. Namun, dalam laporan Newmont tahun 1998 tidak menampilkan berapa kadar arsen setelah proses detoksifikasi. Arsen ini bila masuk dalam tubuh ikan dan dikonsumsi manusia akan berpengaruh pada kesehatan. Apalagi, kalau logam berat itu setiap hari dikonsumsi. Kalau Arsen itu dimakan setiap hari, maka akan terakumulasi dalam tubuh manusia. Ini yang membahayakan kesehatan.

Dua minggu setelah kematian Andini, kasus ini dilaporkan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Utara. Kasus ini dicatat dalam laporan polisi nomor LP/264/VII/2004/ Dit Reskrim, tanggal 16 Juli 2004. Pelapor dokter Jane Pangemanan. Intinya yang dipersoalkan adalah kelalaian dokter Puskesmas Ratatotok terhadap korban pencemaran logam berat yang mengakibatkan pasien atas nama Andini meninggal dunia. Laporan polisi ini didampingi LBH Kesehatan Jakarta.

Setelah ibu Andini, Masnah Stirman diperiksa sebagai saksi korban, empat warga Buyat termasuk Masnah diboyong ke Jakarta dan menginap di LBH Kesehatan. Setiba di Jakarta, kedatangan warga ini menarik pemberitaan media pers. Selain memeriksa kondisi tubuh di laboratorium yang ada di Jakarta, warga yang memberikan kuasa pendampingan ke LBH Kesehatan mendatangi Mabes Polri.

Harian Kompas dan Sinar Harapan memberitakan kasus ini tanggal 20 dan 21 Juli 2004.1 Kasus ini lalu menjadi sorotan media cetak dan elektronik di Jakarta. Sejumlah TV Swasta melaporkan perkembangan Buyat ini saat kasus ini dilaporkan ke Mabes Polri. Kasus Minamata kebanyakan yang paling disorot. Mabes Polri menindaklanjuti laporang dengan menurunkan tim investigasi ke Buyat. Penelitian juga dilakukan Mabes Polri.

Kasus Buyat ini telah melahirkan bercabang perkara. Selain laporan dari warga korban, menyangkut pencemaran nama baik juga menjadi kasus lain. Misalnya, berkaitan dengan laporan Kepala Puskesmas Ratatotok dokter Sandra Rotty yang telah melaporkan dokter Jeane ke Polda Sulawesi Utara.

Untuk kasus kematian Andini, hingga saat ini belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Alasan penyidik di Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, keluarga korban belum memberikan ijin untuk membongkar dan melakukan bedah mayat Andini. Hal ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan peradilan dalam menentukan penyebab kematian. Polisi telah mengirim surat pemberitahuan penggalian kuburan Andini tanggal 6 September lalu. Surat itu bernomor: B/248/IX/2004/Dit Reskrim. Surat ditandatangani Direktur Reserse dan Kriminal Komisaris Besar Johnny H. Hutauruk. Berdasarkan rujukan laporan polisi nomor Pol: LP/264/VII/2004/ Dit Reskrim, tanggal 16 Juli 2004. Kasus ini dengan pelapor dokter Jane Pangemanan tentang terjadinya kelalaian dokter Puskesmas terhadap korban pencemaran logam berat yang mengakibatkan pasien atas nama Andini meninggal dunia.

Untuk kasus yang ditangani Mabes Polri, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan diteruskan ke Pengadilan Negeri Manado. Awalnya, mereka yang dijerat sebagai tersangka kasus Buyat ini adalah enam karyawan Newmont, Jerry Wenny Kojansow, Christian E.D. Sompie, FV Putra Wijayantri, Phil Turner, William Raymond Long dan Richard Bruce Ness. Tersangka yang satunya lagi adalah perusahaan, yakni PT Newmont Minahasa Raya. Para tersangka ini diduga melakukan tindak pidana pencemaran lingkungan Hidup atau membuang limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Mereka ini dijerat dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Penyerahan berkas kasus Buyat tahap pertama dilakukan tim penyidik Mabes Polri tanggal 7 Oktober 2004 ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara. Tim jaksa lalu melakukan penelitian selama 14 hari. Karena belum lengkap, berkas dikembalikan. Sebanyak tiga kali berkas itu dikembalikan jaksa, hingga pada akhir Desember, saat jaksa menyatakan bahwa berkas sudah lengkap, tapi para tersangka dan barang bukti belum juga diserahkan.

Ternyata, enam karyawan Newmont Minahasa yang menjadi tersangka kasus dugaan pencemaran di Teluk Buyat ini menolak diserahkan ke Kejaksaan oleh penyidik lantaran adanya keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah memenangkan permohonan pemeriksaan pra peradilan dari Newmont kepada Kepolisian RI. Newmont berpegang pada keputusan pra peradilan bahwa penyidikan yang telah dilakukan Mabes Polri tidak sah. Salah satu inti dari permohonan praperadilan itu menyatakan Kepolisian tidak berwenang dalam menyidik kasus pidana lingkungan. Hal ini didasarkan pada adanya SKB dari tiga aktor (Kejaksaan, Kepolisian dan Kementrian Lingkungan Hidup) yang mengatakan kewenangan penyidikan kasus pidana lingkungan ada pada Penyidik Pejabat Negeri Sipil (PPNS) Tim Terpadu Satu Atap.

Akhirnya pada tanggal 17 Januari 2005, penyidik dan jaksa yang menangani perkara Buyat melakukan pertemuan di Kejaksaan Agung. Intinya, pertemuan ini masih menunggu putusan Mahkamah Agung. Setelah dinyatakan tidak berwenang menyidik kasus Buyat, Mabes Polri melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Belakangan, dalam kasus lingkungan yang dijerat sebagai hanya Richard Bruce Ness. Kasus ini hingga November 2005, masih disidangkan Pengadilan Negeri Manado. Karena kasus ini menarik perhatian publik, lokasi sidang digelar di aula Kantor Wali Kota Manado.

Dalam pada itu, di Jakarta, LBH Kesehatan sebagai kuasa hukum tiga warga Buyat Pante masing-masing Rasit Rahmat, Masnah Stirman dan Juhria Ratubahe yang menuntut Newmont telah menghentikan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perdamaian dilakukan setelah tim LBH Kesehatan mendatangi warga Buyat dan memboyong mereka ke Manado untuk menandatangani surat kuasa pada tanggal 20 Desember 2004.

Perdamaian tanggal 5 Januari 2005 ini mendapat kecaman dari beberapa aktivis dan lembaga swadaya masyarakat di Jakarta dan Manado. Di Manado, Mansur Lombonaung sebagai tokoh masyarakat yang ikut menandatangani sebagai saksi itu juga disorot. Mansur tidak merasakan apa yang dilakukannya itu akan merugikan perjuangan warga Buyat Pante. Seakan-akan proses perdamaian yang difasilitasi LBH Kesehatan itu karena peran Mansur. Padahal, Mansur termasuk korban akibat peran tersebut.

Sebab, secara langsung atau tidak langsung Mansur hanya menunggu apa langkah-langkah yang dilakukan para aktivis ini. Siapa yang memperkenalkan Mansur dan warga Buyat lainnya dengan LBH Kesehatan? Warga hanya melihat siapa yang berniat membantu mereka. Tanpa harus mencari tahu apakah ada intrik dibalik bantuan tersebut.

Ketika Buyat gegap gempita diberitakan, warga terus menerus melancarkan protes dan mendatangi pihak-pihak terkait terutama di Jakarta, tak ada yang melakukan refleksi atau evaluasi. Bagaimana dengan biaya perjalanan juga sumbangan lainnya yang masuk untuk warga Buyat yang sakit tak transparan pengelolannya. Warga Buyat hanya ikut-ikutan saja dengan kegiatan yang dibawa para aktivis di kampung Buyat atau Jakarta.2
Sebelum kasus ini hangat diberitakan, lima LSM masing-masing Walhi, Tapal, Jatam, Elsam dan Kontras telah melakukan somasi ke Newmont. Somasi atas kerusakan lingkungan di Desa Ratatotok Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa dan wilayah Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara itu tertanggal 26 April 2004. Pihak Newmont telah menanggapi somasi itu.

Kasus Buyat ini mulai diadvokasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado/ YLBHI sejak 1996. Saat itu, LBH Manado juga menangani warga Ratatotok yang berjuang soal tanahnya yang direbut (beli) Newmont Minahasa dengan harga yang murah. Lalu, ikut mendukung kegiatan ini adalah Yayasan Suara Nurani dan Kelola. Sekitar tahun 1997, terbentuklah Jaringan Advokasi Pertambangan Sulawesi (JAPS) yang terdiri dari tiga lembaga tersebut. Kasus Buyat ini mendapat dukungan dari Walhi dan Jatam. Berbagai seminar menyangkut tambang baik di Manado dan daerah lain mulai mengangkat kasus Buyat.

Pendampingan penguatan ekonomi juga diberikan untuk warga Buyat Pante. Secara garis besar perjuangan warga Buyat juga sangat ditentukan oleh tekanan dari LSM dari Jakarta: Walhi, YLBHI dan Jatam. Walhi juga melakukan penelitian di Teluk Buyat dan sekitarnya. Tahun 2002-2003 Solidaritas Perempuan dan NADI Jakarta mulai mengadvokasi kasus Buyat, khususnya masalah kesehatan dan reproduksi..

Ada pelajaran menarik soal gugat-menggugat yang dilakukan warga Ratatotok. Ketua Badan Koordinasi Masyarakat Korban Tambang (BKMKT) Syafrudin Wangko, menilai bahwa gugatan LBH Kesehatan Jakarta itu terburu-buru. Syafrudin membandingkan gugatan warga soal kasus tanah yang ditangani LBH Manado/YLBHI. Kasus ini sudah masuk tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Selama proses pembuatan materi gugatan bukan hanya praktisi hukum dari LBH Manado/YLBHI yang menyusun. Tapi, juga bersama warga korban. Setelah warga setuju, barulah kasus didaftar ke pengadilan. Begitu juga untuk menyusun memori banding dan kasasi. BKMKT terdiri dari warga Ratatotok yang sudah sepuluh tahun lebih memperjuangkan tanahnya yang telah diambil paksa Newmont Minahasa Raya dan warga Buyat Pante.

Kasus Buyat ini telah menjadi magnet yang menarik banyak wartawan datang ke penambangan Newmont dan Buyat Pante. Ada yang ditugaskan redaksinya, baik dari Jakarta dan koresponden media yang terbit di luar negeri. Ada juga yang datang diboyong Newmont Minahasa. Mereka ini datang dalam jumlah banyak dalam beberapa gelombang ke lokasi Newmont.

Selain mendatangkan wartawan dengan cara seperti itu, ada juga iklan Newmont di sejumlah televisi dan media cetak yang menggambarkan bahwa tak ada persoalan di Teluk Buyat. Nelayan masih mencari ikan. Begitu juga dengan aksi makan ikan bersama. Itu juga dilakonkan Menteri Lingkungan Nabiel Makarim, makan bersama di Buyat Pante.

Dari rangkaian kejadian ini, ada sejumput harapan warga Buyat Pante. Yakni, posisi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup yang siap menghadapi gugatan Newmont. Begitu juga dengan bantuan dari lembaga sosial untuk memindahkan warga Buyat Pante ke tempat yang lebih aman dan pemukimannya lebih sehat.

Mencuatnya kasus Buyat telah mengundang berbagai ahli baik di Manado, Jakarta, Jepang dan WHO untuk melakukan penelitian. Bila melihat kembali di tahun 1999 lalu, bantah-membantah masih terus terjadi. Terutama soal aspek kimia.

Apa yang terjadi terhadap warga Buyat Pante, saat ini, barangkali belum termasuk penyakit Minamata Disease. Tapi, bukan tidak mungkin ada tren ke arah itu. Terutama efek neurological atau ke pusat saraf. Logam berat yang diduga dapat mengancam warga ini adalah arsenik. Selain juga merkuri dan akumulasi logam berat lainnya.

Karena itu, warga yang merasakan dampak terhadap kesehatan menginginkan adanya relokasi ke tempat lain. Melalui Komite Kemanusiaan Teluk Buyat yang terdiri dari 15 organisasi dan sejumlah Ornop, sebagian warga Buyat Pante ini telah pindah ke Duminanga, Kabupaten Bolaang Mongondow.
Catatan Bab 18

1 Perkara perdata ini mulai digelar Januari 2005. Newmont Minahasa Raya menggugat Rignolda Djamaluddin melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam gugatan di PN Manado, Penggugat Newmont disebutkan mengalami pemberitaan melalui media massa yang mengutip informasi dan pernyataan-pernyataan dari Tergugat yang pada hakekatnya menuduh bahwasanya operasi penambangan dan pada khususnya limbah penambangan Penggugat telah berakibat timbulnya penyakit Minamata (suatu bentuk penyakit karena terkena merkuri akut) di penduduk sekitarnya dan mengakibatkan korban meninggal dunia. Akibatnya, Newmont mengklaim kerugian material dan immaterial sebesar US$ 1,5 juta. Penggugat juga menuntut perbaikan nama dengan membuat iklan di sejumlah televisi dan media cetak.

Selasa 9 Agustus 2005, majelis hakim yang diketuai Erna Watuseja dan anggota Maxi Sigarlaki dan Lenny Watti memenangkan gugatan Newmont Minahasa. Pengunjung sidang kecewa atas putusan hakim tersebut yang memerintahkan Rignolda membayar ganti rugi sebesar US$ 750 (sekira Rp 7,7 Miliar) dan memasang iklan permintaan maaf di sejumlah media cetak dan elektronik selama tiga hari.

2 Barangkali inilah yang disebutkan George Ninan, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa banyak aksi rakyat yang gagal karena kegenitan aktivis yang tak mau belajar bersama rakyat. Mereka ini lebih suka mendikte rakyat dengan kepentingan sendiri. Refleksi tanpa aksi akan melahirkan pembual, jago bicara, debat, diskusi. Aksi tanpa refleksi hanya menghadirkan para aktivis yang memang gegap gempita, namun sering jadi pecundang. Bila ada yang mengkhawatirkan atau lebih tajam mengkritisi dan mengritik langkah yang sudah ditempuh, langsung dituding mengganggu advokasi. Syarif aktivis dari Yayasan Dian Rakyat Indonesia sejak awal telah mengingatkan langkah-langkah yang dilakukan untuk membawa warga Buyat Pante ke LBH Kesehatan di Jakarta jangan tergesa-gesa dilakukan. Perlu dikaji bersama, terutama dengan LSM lain, seperti Walhi, Jatam, YLBHI, Soldaritas Perempuan dan LSM lainnya yang sudah lama telah memberikan perhatian pada kasus Buyat.
Tapi, suaranya tak didengar dan malah dianggap karena ada masalah pribadi. Bahkan setelah mengkaji bahan gugatan LBH Kesehatan, tertanggal 26 Juli 2004, sudah terlihat titik-titik kelemahan. Mulai dari pekerjaan dan domisili penggugat dan obyek perkara ke PT Newmont Pasific Nusantara. Gugatan tiga warga ini berbandrol Rp 5 triliun. Bagaimana warga dapat membuktikan biaya kesehatan yang sudah dikeluarkannya, kwitansi dan lain-lain di pengadilan? Begitu juga dengan mengutip makalah dalam Konferensi Internasional Merkuri sebagai polutan global. Padahal, makalah yang jadi bahan gugatan itu telah ditanggapi Newmont tanggal 5 Juli 2004.

Dalam hiruk pikuk dibawah sorotan kamera televisi, tulisan media cetak yang tak henti-hentinya mengangkat masalah pertambangan Newmont dan Buyat, soal ini seolah-olah diabaikan. Giliran setelah LBH Kesehatan melakukan upaya perdamaian, saling menyalahkan baru bermunculan.

Di sisi yang lain sejumlah staf Kelola (yang ingin kembali menjalankan Yayasan Kelola) terjebak dalam kegiatan Newmont Minahasa. Mereka ini mendapat biaya dari Newmont untuk melakukan pendampingan masyarakat di sekitar lokasi penambangan. Tentunya ini mendapat sorotan dan tentangan dari sejumlah aktivis lingkungan yang lain.

No comments: