Saturday, February 24, 2007

Bab 7. Sistem Tarif Masuk

Taman Nasional Bunaken diidentikkan dengan keindahan terumbu karang dan aneka spesies ikan-ikan karang. Asosiasi terumbu karang dan berbagai jenis ikan pada topografi yang terjal (drop off) menjadi trade mark tersendiri bagi Bunaken. Lokasi penyelaman bawah laut yang pertama kali dipopulerkan akhir 1970-an itu makin diminati turis mancanegara dan domestik.
Setiap tahun, banyak turis ingin menyelam di TN Bunaken.1 Ide memungut uang dari turis ini sudah berkembang sejak satu dasawarsa lalu. Tapi, benturan kepentingan antara Pemerintah Daerah dan Depatermen Kehutanan membuat penjualan karcis ke taman nasional ini tidak pernah diberlakukan. Sub BKSDA Sulawesi Utara pernah mencetak karcis bagi pengunjung dan perahu motor yang masuk dalam kawasan TN Bunaken. Karcis ini dicetak sesuai dengan SK Menhut Nomor 878/Kpts-II/1992. Namun karcis untuk pungutan masuk ke taman nasional yang sudah dicetak itu belum bisa diberlakukan.

Adapun perimbangan pembagian hasil pungutan untuk taman nasional melalui keputusan tersebut, antara lain, 15 persen untuk biaya pembangunan Daerah Tingkat I, 15 persen untuk pembangunan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di daerah tingkat I. Kemudian 40 persen untuk biaya pembangunan daerah tingkat II. Selanjutnya, 15 persen untuk biaya pembangunan konservasi dan ekosistemnya secara nasional, dan sisanya 15 persen untuk biaya pembangunan intensifikasi pengelolaan, perencanaan, pengawasan dan inventarisasi dibidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pungutan masuk taman nasional lalu diatur berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak, Peraturan Pemerintah tahun 1978 yang mengatur jenis dan besar tarif dan Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1999 mengatur tentang tata cara penggunaannya.2 Peraturan tersebut belum bisa efektif diterapkan, selain itu tidak menampung aspirasi daerah. Sejalan dengan otonomi daerah, dan konsultasi yang dilakukan selama sembilan bulan (Maret – Desember 2000) berhasil dikembangkan sistem pungutan masuk yang praktis dan efisien, sesuai kondisi Bunaken.

Pada akhir bulan Desember tahun 2000, ditelorkan Peraturan Daerah nomor 14 tahun 2000. Perda tersebut tentang pungutan uang masuk ke Taman Nasional Bunaken. Menurut Penasehat Kawasan Perlindungan Laut Program NRM/EPIQ Sulawesi Utara yang juga pimpinan tim Program NRM/EPIQ Sulawesi Utara, Mark Erdmann, Keputusan Gubernur tentang Dewan Pengelolaan dan tarif masuk ini merupakan awal baru upaya pengelolaan Bunaken secara partisipatif.

Kegiatan penarikan / pungutan untuk dana konservasi Bunaken mulai diberlakukan bagi tiap turis asing pada tahun 2000. Turis yang datang menyelam dikutip US$5 (Rp 40 ribu) itu adalah mereka yang menginap di tiap-tiap anggota NSWA. Dana itu digunakan untuk tujuan penegakkan hukum di dalam kawasan TN Bunaken. Dana penegakkan hukum itu dikelola NSWA, Balai TN Bunaken dan Polairud.

Lalu sistem pungutan ini diubah dengan menggunakan pin dan karcis masuk. Sistem itu diperkenalkan tanggal 15 Maret tahun 2001 dan dimulai tanggal 3 Mei tahun 2001. Turis asing dikenakan tarif Rp 75 ribu, dengan cara diberikan sebuah pin (tag) plastik bernomor. 3 Masa berlaku pin ini selama satu tahun. Jadi, turis asing yang datang lagi ke Bunaken, enam bulan kemudian tak akan dikenai tarif. Bila sudah lebih setahun harus beli pin lagi. Sedangkan pengunjung Indonesia dikenakan biaya sekali masuk Rp 2.500.

Tahun pertama pemberlakukan tarif masuk ini cukup menarik dan banyak turis asing mendukung kegiatan tersebut. Sebab, dana yang dipungut akan digunakan untuk kegiatan konservasi di TN Bunaken. Tahun 2001, tarif masuk yang dikumpulkan sebesar Rp 419.013.750 juta. Tahun 2002 dana yang masuk Rp 983.750.500. Pada tahun 2003 dana yang dihimpun dari pungutan masuk ini sebesar Rp 1.078.785. Sedangkan tahun 2004 dana yang dipungut dari tarif masuk ini sebesar Rp 1,3 miliar.

Awal pemberlakuan tarif masuk ini banyak mendapat perhatian karena menjadi alternatif untuk pendanaan konservasi berkelanjutan. Sistem ini mulai dilirik untuk diterapkan di taman nasional laut Bali Barat, Wakatobi dan Kepulauan Derawan.

Pungutan dilakukan dengan cara menjual pin atau tag plastik di setiap dive center (usaha jasa wisata selam) dan di tempat-tempat yang biasa didatangi turis, antara lain di Pantai Liang dan Pangalisang Pulau Bunaken. Penjualan pin seperti ini tak hanya dikembangkan di Bunaken, di Bonaire Marine Park, Karibia, pin juga dijual seharga US$ 20 (Rp 160 ribu). Sedangkan di Tubbataha Marine Park di Filipina, pin yang berlaku setahun dijual US$ 50 (400 ribu).

Dana dari penjualan pin ini masuk ke kas Dewan Pengelolaan TN Bunaken. Sesuai Perda, 80 persen dana digunakan untuk mendukung pengelolaan TN Bunaken. Sedangkan sisanya 20 persen, dibagi untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (7,5 persen), Pemerintah Kota Manado (3,75 persen). Pemerintah Kabupaten Minahasa (3,75 persen) dan pemerintah pusat (5 persen). Pungutan 20 persen ini disetorkan ke pemerintah melalui Bendaharawan Khusus di Dinas Pariwisata Sulawesi Utara. Setelah adanya pemekaran, dana pungutan untuk daerah dibagi lagi untuk Kabupaten Minahasa Induk, Minahasa Utara dan Minahasa Selatan.

Adapun dana 80 persen akan digunakan untuk kegiatan pelestarian sumberdaya alam hayati, pendidikan dan penyadaran konservasi, patroli dan penegakkan hukum, pemberdayaan ekonomi masyarakat, penelitian, promosi, rehabilitasi fungsi kawasan, pengadaan sarana dan prasarana, serta monitoring dan evaluasi. Dengan rincian 50 persen untuk konservasi dan 30 persen untuk pengembangan masyarakat.

Dalam hal transparansi keuangan yang masuk, Dewan Pengelolaan TN Bunaken sangat terbuka. Namun, pengunaan dana yang paling banyak digunakan untuk patroli dan penanganan perkara di dalam kawasan TN Bunaken ini sangat berlebihan.

Selain untuk patroli, Dewan Pengelolaan juga membagi-bagi uang untuk kegiatan konservasi di kawasan TN Bunaken. Dana itu akan dicairkan setelah ada proposal dari tiap kampung. Tahun 2004 setiap desa hanya menerima Rp 8 juta. Tahun sebelumnya, dana yang dibagikan untuk tiap desa sebanyak Rp 10 juta. Perbedaan anggaran untuk desa ini lantaran terjadi penurunan jumlah wisatawan yang masuk ke TN Bunaken.

Catatan Bab 7

1 Saat ini rata-rata biaya sekali menyelam di Bunaken sekitar US$ 60 (sekitar Rp 480 ribu). Ini tidak termasuk biaya makan dan tempat inap. Sedangkan turis yang akan menyelam dan menginap sekitar US$ 90 (Rp 720 ribu).

2 Dominggus, dkk, 2001, Loc.cit.

3 Sejak tahun 2002, tarif masuk untuk turis asing dinaikkan dua kali lipat menjadi Rp 150 ribu.

1 comment:

Jafar Werfete said...

kalau boleh tau, PIN tanda pelunasan tarif masuk itu dicetak di mana n berapa biaya per kepingnya ya?? saya kebetulan kerja di kantor pariwisata Kabupaten Kaimana di Papua Barat dan berencana membuat hal yang sama di Kaimana, perangkat hukumnya sudah ada but bingung mau cetak PIN di mana? Tolong dunk infonya?